Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesona Sejarah dan Alam Bumi Wolio

Kompas.com - 23/01/2009, 02:17 WIB

Oleh Agung Setyahadi

Harum jahe yang menguap bersama kepulan air saraba atau jahe susu menghangatkan suasana senja di Pantai Kamali, Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Aromanya membubung ke langit lembayung bersemu kuning yang meneduhi pantai tempat perahu-perahu layar membuang sauh. Teguk demi teguk saraba menghangati malam di bumi Wolio.

Lampu-lampu di kompleks Kamali mulai menyala menerangi tubuh patung naga hijau yang berdiri gagah menatap pantai. Para pengunjung pantai silih berganti berfoto di depan patung naga yang merupakan salah satu simbol Kesultanan Buton. Suasana malam Minggu semakin semarak. Anak-anak muda berkumpul sambil bercengkerama di pinggir jalan. Di sepanjang pantai, kedai-kedai penjual saraba dan pisang goreng ramai pembeli.

Di bawah tiang-tiang lampu, beberapa anak muda duduk lesehan sambil memangku komputer jinjing. Mereka sedang berselancar di dunia maya memanfaatkan akses internet gratis yang disediakan Pemerintah Kota Bau-Bau. Jaringan internet nirkabel dibuka setiap malam Minggu di Pantai Kamali. Akses gratis tanpa batas waktu bisa dinikmati di kompleks Kantor Wali Kota Bau-Bau.

”Internet gratis ini untuk memupus anggapan Bau-Bau sebagai daerah terisolir. Kami mendorong anak-anak muda untuk berkomunikasi secara global untuk mengenalkan berbagai potensi Bau-Bau,” ujar Wali Kota Bau-Bau MZ Amirul Tamim.

Bau-Bau menawarkan berbagai obyek wisata yang menarik, mulai dari sejarah, keindahan bahari, upacara adat, hingga kuliner. Wisata sejarah unggulan adalah Benteng Wolio yang luasnya 22,8 hektar dan panjang keliling 2.740 meter. Dalam kompleks benteng terdapat rumah-rumah adat Buton, keraton, masjid agung, makam Sultan Murhum, goa Aru Palakka, dan pusat kebudayaan Wolio.

Benteng Wolio dibangun pada masa sultan Buton ke-3 La Sangaji (1591-1597) dan disempurnakan oleh sultan Buton ke-6 La Buke (1632-1645). Benteng disusun dari batu-batu gamping yang direkatkan dengan menggunakan putih telur. Jika dilihat dari atas, bentuk benteng seperti huruf dal dalam alfabet Arab.

Di dalam benteng ada lebih dari 200 rumah berarsitektur khas bumi Wolio. Rumah-rumah panggung dari kayu itu tidak menggunakan paku. Arsitektur kuno ini sengaja dipertahankan dan renovasi diusahakan tidak menghilangkan ciri jejak sejarah.

Benteng dilengkapi 12 pintu yang menghubungkan kompleks keraton dengan permukiman penduduk. Setiap pintu diberi nama prajurit yang diberi tanggung jawab menjaga. Dari pintu-pintu itu kita bisa mengamati lembah yang sudah menjadi Kota Bau-Bau, permukiman, hutan, dan kebun.

Keraton (malige) juga menyuguhkan jejak sejarah Kesultanan Buton. Malige ini merupakan rumah sultan Buton ke-37 Muhammad Hamidi yang dibangun tahun 1929. Bangunan bertingkat tiga itu terbuat dari kayu jati dan setiap sambungan menggunakan pasak kayu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com