Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deteksi Dini Kanker Payudara Sering Terlambat

Kompas.com - 29/08/2009, 08:16 WIB

Jakarta, Kompas - Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan jumlah kasus terbanyak di dunia, sekaligus penyebab kematian terbesar. Sebagian besar penderita baru terdeteksi setelah memasuki stadium lanjut karena rendahnya tingkat kesadaran untuk periksa kesehatan.

”Apalagi tidak ada gejala kanker payudara yang khas,” kata dr Samuel Haryono, ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jumat (28/8) di Jakarta. Dengan terapi sejak dini, angka harapan hidup jauh lebih tinggi, bahkan kecacatan akibat operasi bisa dihindari.

Data dari RS Dharmais pada lima tahun terakhir menyebutkan, angka kejadian kanker payudara menempati urutan pertama, 32 persen, dari total jumlah kasus kanker. Dari total penderita kanker payudara, 40 persen berobat pada stadium awal, 30 persen dari total jumlah penderita kanker terdeteksi stadium lanjut lokal, dan dari kelompok ini, 30 persen dengan metastasis.

Metastasis merupakan proses ketika sel kanker dapat melepaskan diri dari tumor utama, masuk ke pembuluh darah, ikut bersirkulasi dalam aliran darah, dan tumbuh di jaringan normal yang jauh dari tumor asalnya. ”Pada kanker payudara, metastasis paling umum terjadi pada organ-organ vital, seperti paru-paru, hati, tulang, bahkan otak,” ujarnya.

”Ada lima fase reaksi emosional penderita ketika diberi tahu menderita kanker yang sudah lanjut,” kata dr Maria Astheria Wijaksono, ahli perawatan paliatif dari RS Kanker Dharmais.

Fase pertama adalah penderita menyangkal kenyataan, lalu marah terhadap kenyataan yang dihadapi, diikuti fase menimbang-nimbang, dan diliputi depresi. Setelah fase ini berlalu, akhirnya pasien sadar dan menerima kenyataan.

Konsultan hematologi-onkologi medik dari RS Kanker Dharmais, dr Asrul Harsal, menambahkan, pengobatan dilakukan berdasarkan perjalanan penyakit. Pada stadium satu hingga 3A, yang dianggap kankernya masih lokal, biasanya dilakukan tindakan operasi dan sering ditambah radioterapi atau penyinaran.

Keputusan pemberian kemoterapi setelah operasi pada stadium awal dilakukan berdasarkan faktor risiko, seperti ukuran tumor, keterlibatan kelenjar, reseptor hormonal, agresivitas tumor, serta menyusupnya sel-sel ke pembuluh darah dan getah bening.

Sejumlah kondisi yang tak dibolehkan mendapat kemoterapi adalah infeksi, jumlah sel darah putih kurang, kondisi pasien buruk, dan kondisi psikologis. Juga perlu diperhatikan efek samping kemoterapi, seperti mual dan muntah, sariawan, gangguan buang air besar, kebotakan, dan nyeri sendi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com