Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendampingi Anak Hadapi Ujian Butuh Teknik Khusus

Kompas.com - 26/04/2010, 13:50 WIB

KOMPAS.com - Masih ingatkah Anda saat-saat menjelang ujian kala masih duduk di bangku sekolah? Sebagian teman Anda terlihat gugup, takut, khawatir, rasanya semua perasaan tak mengenakkan menghinggap setiap hari menjelang hari H. Tetapi, bagi sebagian teman lain, ujian bisa dijalani dengan tenang. Mengapa bisa begitu? Mungkin perbedaannya ada pada cara orangtua mendampingi teman-teman tersebut untuk menghadapi ujian.

"Setiap anak adalah masterpiece dari Sang Pencipta, sehingga dapat dipastikan tidak ada kesalahan dalam penciptaannya, kecuali jika Anda meragukan bahwa Sang Pencipta memang Maha Sempurna". Begitu kutipan dari Leonardo Da Vinci dituliskan oleh Dra.Rieny Hassan, psikolog, membuka makalahnya dalam sebuah talkshow bertajuk "Peran Orangtua Menghadapi Tes atau Ujian Negara" yang diselenggarakan Tabloid Nova, di sekolah Global Mandiri, Cibubur, beberapa waktu lalu.

Dra. Rieny membuka acara talkshow dengan melempar pertanyaan kepada para orangtua murid bagaimana cara mereka mendampingi anak-anaknya menghadapi ujian. Ia meminta para orangtua untuk bertanya kepada diri sendiri bagaimana mereka mempersiapkan anak menghadapi ujian? Apakah dengan cara membuat semacam countdown, misal, "Kamu sudah belajar belum? Ujiannya, kan tinggal 4 hari lagi!" atau tipe yang membuat anak khawatir, seperti, "Kamu sudah belajar Matematika belum? Kamu kan nilainya jelek di mata pelajaran itu." Padahal, cara-cara tersebut bisa menjadi hal yang tak baik untuk anak-anak karena hal-hal tersebut merupakan sebuah motivasi negatif yang membuat anak-anak cemas.

Terkait dengan upaya mempersiapkan anak menyongsong masa depan, adalah tugas orangtua untuk memotivasi, mendampingi, dan mendukung anak. Namun Dra. Rieny menyayangkan bahwa kecenderungan yang sebaliknya. Berikut adalah beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan para orangtua dalam mendampingi anak belajar di sekolah yang dibagikan Dra. Rieny:

* Ketahuilah bahwa setiap anak itu berbeda. Kecerdasan setiap orang pun berbeda-beda. Ketika si kecil tidak memberikan hasil yang setara dengan teman-teman sekelasnya, jangan kemudian melabelinya dengan kata-kata yang tidak membuatnya berkembang, seperti bodoh, tiak bisa dididik, atau lainnya yang bernada negatif. Hal-hal semacam ini akan tertanam pada dirinya dan membuat dirinya sulit berkembang.

* Ketika anak tidak memenuhi harapan, orangtua sibuk menyalahkan orang lain atau hal-hal di luar dirinya. Ada yang menyalahkan sekolah dan gurunya, ada pula yang menyalahkan anaknya. Dra. Rieny mengajak orangtua untuk bertanya kembali kepada diri masing-masing, "Anak yang gagal dididik atau kita, orang dewasa yang gagal mendidiknya?"

* Orangtua perlu menyadari bahwa tugas orangtua bukan memaksakan apa yang dianggap kebenaran sebagai hasil pengalamannya, tapi seharusnya memfasilitasi anak agar menemukan kebenaran melalui pengalamannya sendiri.

* Pahami gaya belajar anak. Bantu ia mengenali dirinya sendiri. Apakah anak lebih mudah menangkap dan mencerna informasi lewat pendengaran (mendengarkan langsung gurunya), penglihatan (membaca), peraba (mencoba langsung), atau kombinasi dari hal-hal tersebut?

* Kenalkan anak pada cara belajar efektif. Mengulang pelajaran yang diajarkan guru, membuat intisari dari tiap bab yang sudah dilalui, membiasakan berdiskusi tentang kaitan pelajaran dan kehidupan nyata sehari-hari.

* Kenali tahap perkembangan anak, karena pendampingan akan efektif bila Anda tahu si anak berada dalam perkembangan yang mana. Apalagi ketika anak sedang memasuki fase berontak, yang biasanya berada di usia 3, 11, dan 15-17 tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com