Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemasaran Susu Formula Perlu Kode Etik

Kompas.com - 03/09/2010, 08:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Salah satu penyebab meningkatnya penggunaan susu formula sebagai pengganti Air Susu Ibu (ASI) dikarenakan Indonesia tidak memiliki kode etik dalam pemasaran produk.

Oleh sebab itu, Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) mendesak pemerintah secepatnya menerapkan kode etik pemasaran produk terutama susu formula, agar iklannya tidak mengecoh masyarakat.

"Pemerintah Indonesia harus melegalkan kode etik pemasaran produk terutama susu formula supaya inisiasi menyusui dini (IMD) dapat ditingkatkan," kata Dr. Asti Praborini , SpA, perwakilan Perinasia di sela acara “Sosialisasi UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 Terkait Pasal-pasal Pemberian ASI Ekslusif, Kamis(02/11/10), di Jakarta.

Menurut Asti upaya itu harus dilakukan karena masyarakat menganggap susu formula pilihan kedua terbaik setelah ASI. Padahal itu keliru.

“Seharusnya, susu formula diberikan sebagai obat rujukan apabila bayi berada pada kondisi tertentu. Di negara-negara lain, susu formula hanya boleh dijual di farmasi, bahkan di beberapa negara tertentu pembelian susu formula harus menggunakan resep,” lanjut Asti.

Pelegalan kode etik pemasaran produk yang dimaksud Dr. Asti adalah  The International Code of marketing of Breastmilk Subtitles” yang dikeluarkan WHO  pada tahun 1981, selanjutnya disebut KODE WHO.

KODE WHO sendiri mencakup produk pengganti ASI dan produk susu lainnya, yaitu makanan dan minuman yang dipasarkan atau direpresentasikan cocok untuk digunakan sebagai pengganti ASI secara keseluruhan atau sebagian. Dikarenakan WHO merekomendasikan menyusui sampai 2 tahun, maka produk susu formul berlaku mulai anak berusia 2 tahun.

Bentuk larangan KODE sendiri meliputi:

1. Dilarang mengiklankan susu formula dan produk lain pada masyrakat 2. Dilarang memberi sampel gratis susu formula pada ibu 3. Dilarang promosi susu formula di sarana layanan kesehatan 4. Dilarang memberi hadiah atau sampel pada petugas kesehatan 5. Dilarang memuat gambar bayi atau gambar lainnya yang mengidealkan susu formula pada label produk 6. Informasi pada petugas kesehatan harus faktual dan ilmiah 7. Informasi susu formula termasuk pada label harus menjelaskan keuntungan menyusui dan biaya serta bahaya pemberian susu buatan.

­­­­­­­­Penerapan kode etik pemasaran produk di Indonesia harus secepatnya dilakukan. Karena menurut penelitian KODE, Indonesia merupakan salah satu negara yang angka pemberian ASI eksklusifnya sangat rendah. Pelanggaran kode etik pemasaran  produk (khusunya susu formula) sangat luar biasa, yaitu terjadi semua media, menembus jajaran petugas kesehatan, dan langsung ke konsumen.

Menurut Asti, Indonesia dapat berkaca dari suksesnya program IMD di Guatemala, “Sejak sukses mengimplementasi KODE, kurang dari 10 tahun ASI eksklusif 6 bulan di Guatemala meningkat dari 56 persen menjadi 83 persen. Kuncinya legalisasi KODE, didukung badan independen ynag multisektoral, yaitu kesehatan,pendidikan, buruh, ekonomi, industry, dsb," kata Asti.

Selain itu menurut Asti, “Menteri kesehatan lah yang nantinya akan  memiliki wewenang mengontrol implementasi KODE. Apabila terjadi pelanggran produsen susu tersebut bisa diberikan peringtan, denda, ijin produksi tidak diperpanjang, bahkan pabriknya ditutup,” kata Asti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com