Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Bayi Kembar pada Terapi Hormon

Kompas.com - 20/12/2010, 10:43 WIB

KOMPAS.com - Seperti telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, dunia medis telah menemukan solusi ketidaksuburan melalui terapi hormon. Terapi ini dilakukan pada mereka yang memang mengalami gangguan hormon maupun mereka yang sedang menjalani program inseminasi atau bayi tabung.

Terapi hormon dilakukan berulang-ulang. Bila diameter folikel tak sesuai dengan harapan, yakni 18-20 mm, terapi akan diulang lagi dari awal pada siklus haid berikutnya dengan dosis yang ditambah. Begitu juga kalau pembuahan yang diharapkan tidak terjadi, baik secara alamiah maupun melalui inseminasi, terapi ini akan diulang lagi dari awal. Terapi ini bisa dilakukan 6-7 kali.

Selain bertujuan supaya sel telur matang dengan ukuran sesuai yang diharapkan, suntik hormon pada wanita yang menjalani program inseminasi atau bayi tabung juga diharapkan untuk menghasilkan sel telur lebih dari satu. Makin banyak sel telur yang dihasilkan, makin besar peluang terjadinya kehamilan. Tak heran pada program-program bayi tabung, sering dihasilkan anak kembar, bahkan lebih dari dua.

Hal ini disebabkan sel telur yang dihasilkan ibu lebih dari satu. Kemudian, pembuahan dilakukan pada beberapa sel telur yang dihasilkan itu. Seandainya dilakukan pembuahan pada tiga sel telur yang dihasilkan, dan berhasil semua, maka dapat lahir bayi kembar tiga. Namun saat ini pembuahan maksimal hanya akan dilakukan pada tiga sel telur yang paling sempurna.

Efek sampingnya
Banyaknya hormon yang disuntikkan maupun dikonsumsi secara oral kemudian membangkitkan kecemasan. Betulkah terapi ini aman? Tidakkah akan ada efek sampingnya? Benarkah tidak akan memicu tumor atau kanker?

"Beberapa tahun yang lalu memang sempat muncul kecemasan bahwa terapi ini akan memicu kanker payudara atau kanker rahim," ujar dr Andon Hestiantoro, SpOG(K), dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebab, terapi hormon sama saja dengan memanipulasi ovarium, wajar bila dikhawatirkan dapat menyebabkan kanker ovarium.

Namun, seiring dengan banyaknya penelitian yang dilakukan, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan pada angka kanker pasien terapi hormon dengan bukan pasien terapi hormon. Baik yang pernah diterapi hormon maupun yang tidak, ternyata risikonya untuk terkena kanker relatif sama. Jadi bisa disimpulkan bahwa terapi ini aman.

Keamanan ini juga terkait dengan prosedur yang harus dilakukan. Dokter juga tidak akan sembarang memberikan terapi hormon. Hanya mereka yang benar-benar telah dibuktikan secara medis mengalami gangguan hormonal yang akan diterapi. Pemberian dosisnya pun telah terukur dengan benar. Dokter juga telah melihat peluang, apakah dimungkinkan terjadinya kehamilan berdasar faktor lain seperti usia, penyakit lain yang menyertai dan sebagainya, sehingga terapi ini benar-benar efektif.

Terapi ini akan dihentikan bila terjadi hiperstimulasi ovarium dengan gejala: perut tegang, mual, diare, ada cairan asites atau cairan perut yang menyebabkan kembung. Dalam tingkatan yang berat bisa membuat darah menjadi kental, gagal ginjal, serta terganggunya faktor pembekuan darah.

(Tabloid Nakita/Marfuah Panji Astuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com