Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Jenis Kelamin Bayi, Etis Nggak Sih?

Kompas.com - 16/03/2011, 14:07 WIB

KOMPAS.com - Teknologi memang membuat segalanya menjadi mungkin, termasuk memilih jenis kelamin bayi ketika sedang memprogram hamil. Cara ini biasa dilakukan orang ketika sudah memiliki beberapa anak dengan jenis kelamin sama, seperti yang dialami Victoria Beckham. Ketika hamil lagi, wajar jika Victoria menginginkan anak perempuan.

Ketika Anda melakukan program inseminasi atau bayi tabung (IVF), biasanya Anda pun akan ditanya, ingin (punya bayi) laki-laki atau perempuan? Proses pencucian sperma dalam program ini memang memungkinkan laboratorium menyeleksi sperma terbaik, dan memilih jenis kelamin yang diinginkan.

Meskipun demikian, memilih jenis kelamin bayi masih diperdebatkan. Di Inggris dan kebanyakan negara di Eropa, praktik ini sudah dilarang. Ribuan pasangan bahkan memutuskan untuk mengikuti program perawatan kesuburan di negara-negara yang masih mengizinkan praktik ini.

Praktik ini kerap disebut sebagai "Family Balancing", dimana orangtua bisa memilih jenis kelamin anak dengan peluang keberhasilan 100 persen melalui teknik yang disebut Preimplantation Genetic Diagnosis (PGD). Teknik ini dilakukan dalam proses bayi tabung. Praktik ini dilegalkan di kebanyakan negara bagian Amerika, Rusia, dan Timur Tengah. Di Inggris, peraturan dari Human Fertilisation Embryo Authority menyatakan bahwa praktik ini hanya dibolehkan dalam situasi medis tertentu, misalnya menghindari kelainan genetik yang berkaitan dengan jenis kelamin, seperti Duchenne muscular dystrophy.

Kalangan yang menentang praktik ini mengatakan bahwa dokter telah bertindak bagai seorang dewa, karena mampu mendesain bayi. Tidak hanya jenis kelamin yang bisa ditentukan, tetapi juga tinggi badan, warna rambut dan warna mata.

"Program menyeimbangkan keluarga ini berbahaya untuk dijalani. IVF dikembangkan untuk mengatasi problem ketidaksuburan, bukan untuk memfasilitasi proyek sosial diskriminatif seperti ini," tukas Josephine Quintavalle, dari Comment on Reproductive Ethics (CORE), Inggris.

Dr Peyman Saadat, dokter di sebuah klinik prestisius di kawasan Rodeo Drive, Beverly Hills, mengatakan bahwa ia melakukan prosedur PGD setidaknya dua hingga tiga kali sebulan. Untuk perempuan berusia 37 tahun, misalnya, peluang bayi tabungnya sendiri sekitar 40 persen. Jika akhirnya hamil, maka hampir dipastikan ia bisa mengandung bayi dengan jenis kelamin yang diinginkan.

Sementara itu, Dr Guy Ringler, yang menawarkan prosedur PGD di California Fertility Partners, Los Angeles, perdebatan moral mengenai seleksi gender ini masih akan terus berlangsung. Adalah hak pasien lah untuk memutuskannya.

Bagi banyak pasangan, jenis kelamin bayi tak dipermasalahkan. Yang penting, bayinya sehat. Banyak pula pasangan yang memilih untuk melakukan cara yang lebih natural untuk mendapatkan jenis kelamin bayi yang diinginkan, seperti mengonsumsi jenis makanan, melakukan posisi seks tertentu, atau menentukan kapan hubungan intim dilakukan. Peluangnya tentu tidak 100 persen, dan kebanyakan orangtua pasti hanya akan kecewa sebentar saja. Selanjutnya, siapa yang tidak bahagia melihat bayi yang sehat dan lucu, apapun jenis kelaminnya?

Memilih jenis kelamin bayi memang tidak dilarang, tetapi sebagai calon orangtua sebaiknya kita juga lebih bijak menanggapinya. Bila Anda berdua sehat dan tak punya masalah sulit hamil, silakan mencoba teknik ini. Tetapi kalau untuk hamil saja sulit, masa sih masih ingin memilih jenis kelamin bayinya? Syukuri apapun anugerah dari Tuhan, dan biarkan jenis kelamin bayi tetap menjadi misteri. Biar surprise waktu mengetahuinya untuk pertama kali!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com