Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasih Ibu dan Air Susu

Kompas.com - 20/03/2011, 19:10 WIB

KOMPAS.com - Adakah yang menandingi kasih ibu? Sejak anak memulai kehidupannya, seorang ibu akan mempertaruhkan segalanya untuk memberikan yang terbaik bagi buah hatinya.

Maya Wulandari (34) sedang berada di kantor ketika teleponnya berdering dan suara di seberang sana memberikan kabar mengejutkan. ”Bu, listrik di rumah mati sejak pagi, sudah delapan jam. Susu di kulkas basi semua….”

Maya menangis sejadinya. Yang dimaksud ”susu” adalah tabungan air susu ibu (ASI) miliknya yang dikumpulkan dengan susah payah agar anaknya, Elang, yang kala itu masih berusia enam bulan, bisa memperoleh ASI eksklusif.

”Jumlahnya puluhan botol, masing-masing 150 ml. Sampai di rumah, saya hanya bisa menangis ketika membuang isi botol susu. Saya tidak sanggup membuangnya ke lubang toilet. Jadi, saya siramkan ke tanaman saja,” kata Maya.

Ia pantas menangis karena perjuangan untuk menghasilkan satu botol susu saja tak mudah. Begitu keluar rumah dengan sepeda motornya pukul 05.30, Maya harus memompa ASI-nya di kantor minimal empat kali karena ia baru bisa kembali di rumah pukul 20.00.

”Saya memompa ASI di kamar mandi karena kantor saya saat itu belum punya ruang laktasi. Tetapi, gara-gara saya memompa, yang antre di luar toilet jadi panjang. Sebagian yang menunggu mengeluh. Itu membuat saya stres. Untung suara pompa elektrik yang saya gunakan terdengar sampai keluar. Jadi, saya hanya berharap yang mengantre maklum,” kata Maya.

Pengalaman Inda Malinda (29), yang pada saat menyusui masih menjadi karyawan sebuah perusahaan operator telepon seluler, juga tak kalah riskan. Ia harus memerah ASI-nya di kolong meja.

”Saya harus mencari kolong meja, lalu memompa ASI cepat-cepat. Meja saya tutupi dengan kursi-kursi. Saya minta tolong teman untuk menjaga kalau-kalau ada orang yang lewat. Dia akan mengatakan kepada orang yang mau melintas, ’Eh, jangan lewat sini, ada yang lagi mompa’,” kata Inda.

Bagi ibu-ibu pekerja di kota besar seperti Jakarta, mengupayakan ASI eksklusif selama enam bulan bagi bayi mereka seperti yang dianjurkan dunia kedokteran menjadi penuh perjuangan. Para ibu harus ”jungkir balik” untuk menekan stres akibat minimnya fasilitas dan dukungan dari lingkungan sekitar. Belum lagi kondisi Jakarta yang tidak ramah. Jalan yang selalu macet, angkutan umum yang saling impit dan berdesakan.

”Di kota seperti Jakarta, lingkungan yang kurang mendukung menjadi faktor dominan kesulitan ibu untuk menyusui. Banyak ibu menyusui adalah pekerja, dan mereka banyak yang tidak mendapat dukungan dari kantornya. Itu menjadikan kondisi perempuan terjepit,” ujar Ketua Satgas Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dokter I Gusti Nyoman Partiwi yang memaparkan hasil riset kualitatif IDAI di beberapa kota.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com