Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdagangan Anak dan Perhatian Orangtua

Kompas.com - 23/07/2011, 11:32 WIB

PANGKALPINANG, KOMPAS.com — Sosiolog Universitas Bangka Belitung, Aimie Sulaiman MA, mengemukakan, peran dan fungsi orangtua di Bangka Belitung dalam  mengawasi pergaulan anak-anaknya masih kurang sehingga banyak terjadi kasus perdagangan anak atau trafficking.

"Kami mempertanyakan kepedulian kedua orangtua yang membiarkan anaknya bergaul dengan semua orang dan bisa jadi  orangtua sengaja mengeksploitasi anaknya sendiri untuk memperoleh imbalan tertentu," ujarnya di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Sabtu (23/7/2011).

Menurut dia, kasus trafficking di Provinsi Babel bukan masalah baru karena kasus itu sudah terjadi sejak 2000, tetapi kasus tersebut baru mencuat ketika ada korban yang melapor ke kepolisian yang berujung terungkapnya puluhan anak pelajar SMP dan SMA melayani lelaki hidung belang termasuk pejabat.

"Ini membuktikan kontrol sosial dari masyarakat di daerah itu sudah melemah karena ada pergeseran nilai budaya akibat perkembangan zaman," ujarnya.

Badan Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana dan Perlindungan Anak Provinsi Babel, pada 2010 hingga Mei 2011 menangani 24 kasus tindak pidana perdagangan orang.

Sebanyak 24 orang korban trafficking dengan rincian pada 2010 berjumlah 21 orang dan Januari hingga Mei 2011 tiga orang.

Menurut dia, sindikat trafficking di Provinsi Babel terorganisasi dengan baik sehingga aparat kepolisian sulit menangani kasus tersebut.

"Trafficking terjadi karena ada pihak yang membutuhkan dan ada penyedia perempuan. Kepolisian akan sulit mengusut kasus ini karena kedua belah pihak telah membentuk jaringan yang terorganisasi dengan rapi", ujarnya.

Ia mengatakan, para korban trafficking rata-rata berumur 14-15 tahun berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, dan Bengkulu yang dipekerjakan di lokalisasi.

"Para korban ini akan mengalami tekanan mental ketika kembali kepada keluarganya, masyarakat, dan teman-temannya karena kejadian yang mereka alami" ujarnya.

Ia mengatakan, pelaku perdagangan anak mengiming-imingi korban dengan pekerjaan seperti di toko, rumah makan, dan perusahaan yang pada akhirnya dipaksa melayani laki-laki hidung belang. Tindakan itu merupakan tindak pidana sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

"Berdasarkan undang-undang itu, pelaku diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan  paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta," ujarnya.

Meski demikian, menurut dia, para orangtua diimbau untuk mengawasi pergaulan anak-anak mereka dan tidak membiarkan anak-anak bekerja bersama orang lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com