Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babak Baru Batik "Part One" Edward Hutabarat

Kompas.com - 02/08/2011, 18:27 WIB

KOMPAS.com - Bayangkan sebuah musim semi. Seusai melangkah di karpet merah, para bintang internasional bersantai di kapal pesiar yang bersandar di tepi lautan biru. Melepas jaket panjangnya, menyisakan celana pendek dan atasan, atau mengenakan baju terusan berpotongan A yang melambai tertiup angin. Lepas, bebas, ringan. Tak perlu riasan wajah tebal, tak perlu tata rambut khusus.

Potongan-potongan ”gambar” seperti itulah yang menginspirasi Edward ”Edo” Hutabarat dan kemudian dituangkan dalam koleksinya, ”Part One Edward Hutabarat: Reflection”, di The Atrium, Sampoerna Strategic Square, Jakarta, Rabu (27/7/2011) lalu. Deretan rapat batang bambu yang menjadi latar belakang panggung, dengan runway yang terbuat dari kayu bekas peti kemas bernuansa rustic, memunculkan suasana tropis yang hangat dan akrab.

”Penekanannya memang pada baju-baju musim panas yang santai, tapi elegan. Suasana hati kita kan saat ini sepertinya murung, banyak masalah. Yuk, kita bikin ceria. Saya ingin orang di mana pun, ketika mendengar kata Indonesia, mereka teringat akan pantai-pantainya yang biru, mataharinya yang hangat, orang-orangnya yang ramah,” kata Edo di kediamannya sebelum pergelaran.

Maka, sekitar 100 koleksi -mulai dari pakaian pantai sampai gaun cocktail- sore itu menyajikan atmosfer liburan yang ceria dan dinamis. Rancangan yang menggunakan batik pesisir dari Pekalongan, Madura, dan Cirebon itu tampil modern dan berkelas.

Rok lebar dengan atasan berpotongan halter, gaun pendek berpunggung terbuka yang ditutup dengan jaket panjang berkantong, celana pendek lurik dengan padanan jaket batik berpotongan kimono, obi yang dikenakan di dalam atau di luar jaket, juga celana panjang longgar dengan blus lebar asimetris. Semuanya diolah dengan paraf Edo: padu-padan, tabrak motif, dan tak ketinggalan padanan bis katun bermotif garis-garis dan kotak-kotak.

Bila diperhatikan dengan cermat, Edo mengolah gaun-gaun ini dengan pendekatan patchwork. Potongan kain batik berukuran 5x5 cm hingga 10x10 cm disusun dengan cermat dan presisi seperti halnya puzzle sehingga terbentuklah harmoni warna dan motif. Kemudian, Edo ”mengolah”nya kembali lewat sentuhan quilt yang demikian rapi dan halus. Jahitannya berjarak rapat, sekitar 0,5 sentimeter dari satu garis ke garis yang lain sehingga kontur menjadi padat namun rata, tak ada ”gelembung”. Dari kejauhan yang terlihat adalah lembaran kain utuh.

Penanganan terhadap motif-motif batik pun tak biasa. Ia memesan khusus motif-motif kain yang akan digunakan. ”Saya tidak pernah meminta untuk mengubah motif batik yang asli. Yang saya ubah adalah warna dan lay out. Misalnya, saya meminta jarak yang lebih renggang di antara motif,” kata Edo.

Untuk batik gentongan Madura yang pembuatannya bisa memakan waktu tujuh bulan per helai kain, misalnya, Edo menitikberatkan pada motif binatang yang memang memunculkan kesan ”bermain”. Dengan pilihan warna gentongan yang khas, seperti biru, merah, marun dan coklat, Edo lebih leluasa memadumadankan motif.

Hitam-putih
Kali ini Edo memilih bereksperimen dengan batik hitam-putih. Materinya merupakan batik setengah jadi atau batik yang belum di-sogan, biasa disebut kelengan. Sebagai penggemar fotografi, rupanya Edo terinspirasi pada foto-foto hitam putih, khususnya karya sang pelopor, Henri Cartier Bresson. Edo sengaja memberikan kesan rustic pada rancangannya.

”Awalnya coba-coba. Ketika sedang pewarnaan, saya coba gebyar kainnya (ia mencontohkan dengan tangan yang mengibas dari atas ke bawah), ternyata jadinya menarik. Saya lantas berpikir, supaya ada the new decade of batik, boleh dong melakukan inovasi asal tetap pada pakem,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com