Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Sosial dalam Kemewahan Tas

Kompas.com - 15/09/2011, 08:26 WIB

KOMPAS.com - Dahulu, ajang unjuk diri status sosial sebagian perempuan adalah perhiasan yang bergelantungan di tubuh. Kini, kecenderungan perilaku itu beralih pada tas. Nia G Syarif (43), pemilik butik mewah Socialite di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, bercerita, selama hampir dua dekade belakangan ini kaum perempuan perkotaan kian menjadi-jadi menggandrungi tas mewah berbagai merek. Tas menjadi fashion statement yang diperhitungkan.

”Baju boleh saja yang bermerek biasa, asal cukup bagus. Tapi, kalau tas, harus yang bermerek high-end dan asli,” celoteh Nia tentang pakem berpenampilan bagi sebagian kalangan perempuan urban di Jakarta.

Gaya hidup semacam itu juga merambah hingga ke berbagai daerah. Pelanggan dari daerah, menurut Nia, belanja tas dengan membayar tunai. ”Kalau yang di Jakarta, biasanya nyicil dengan kartu kredit,” imbuh Nia.

Senada pula dengan cerita Karen Widjaja, pemilik Second Chance, butik tas mewah bekas pakai di Jalan Hati Suci, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Butik ini boleh dibilang salah satu pionir butik tas mewah bekas pakai di Jakarta yang berdiri sejak 1996. ”Setelah reformasi 1998, pencinta tas mewah malah makin menjadi-jadi, termasuk dari daerah. Pelanggan kami sekarang meluas ke daerah Sumatera, Kalimantan, sampai Maluku. Mereka bayar tunai,” cerita Karen.

Berbagai cara ditempuh untuk memiliki tas mewah yang otentik. Selain membeli tas di butik multi-brand yang harganya bisa lebih rendah 5-20 persen dari butik resmi, konsumen juga menyewa atau membeli bekas pakai. Dalam hal ini, memiliki tas asli menjadi gengsi tersendiri bagi pencinta tas mewah. Sementara menjinjing tas bermerek palsu bagi mereka adalah aib.

Investasi
Pasar yang menjanjikan itu pula yang mendorong kemunculan berbagai butik yang menjual tas mewah otentik bekas pakai. Terlebih, ”tekanan sosial” soal asli-palsu menjadikan sebagian orang memilih membeli tas mewah bekas pakai ketimbang tas mewah abal-abal.

Meski bekas, tas-tas yang dijual butik-butik ini tak ubahnya seperti baru. Banyak pemilik tas mewah yang enggan memakai tas-tas mahalnya berkali-kali sehingga memilih untuk menjualnya. Untuk tas yang banyak digandrungi, seperti Louis Vuitton edisi Neverfull—yang dijuluki ”LV sejuta umat”—harga jual bekas pakainya malah hanya berselisih rendah sekitar Rp 1 juta dari harga barunya yang berkisar Rp 7 juta.

Faktor nilai jual yang tinggi dari tas mewah bekas pakai ini menjadikannya sebagai barang investasi yang cukup likuid, cepat cair. Tak heran, di Indonesia pun peminat tas mewah bekas pakai juga meliputi para selebriti papan atas, sosialita, dan tentu juga istri-istri pejabat.

”Lebih menguntungkan beli tas second. Kalau dijual lagi, kadang harganya bisa tetap sama atau selisih lebih rendah satu jutaan saja. Hitung-hitung, anggap saja itu ongkos pakai untuk sekali-dua kali arisan, misalnya,” kata Anny Muryadi (52), perancang perhiasan berlian, yang sedang singgah melihat-lihat di butik Precious, butik tas mewah khusus bekas pakai di Jalan Ahmad Dahlan, Jakarta Selatan.

Melihat potensi pasar itu pula yang mendorong Khairiyyah Sari (35) dan Dewi Rezer (30) pada awal 2011 membuka bebelian.com, butik online tas mewah bekas pakai. Tas-tas bekas pakai yang dihimpun Sari dan Dewi berasal dari para selebriti dan sosialita Indonesia. Mereka pun tak menyangka peminat tas-tas mewah ini, selain dari Jakarta, juga dari berbagai daerah, mulai dari Pekanbaru, Karawang, Banjarmasin, Yogyakarta, Manado, hingga Denpasar. Sejak berbisnis enam bulanan lalu, sudah 46 tas selebriti yang terjual.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com