Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pekerja Andal, Tak Sekadar Profesional

Kompas.com - 27/03/2012, 11:37 WIB

KOMPAS.com - Pernahkah kita secara serius mengukur berapa nilai profesionalisme dan keandalan diri kita? Seberapa sering sikap kerja dan kualitas kerja Anda diacungi jempol oleh pelanggan? Seberapa sering pelanggan memberi komentar: “Saya memilih perusahaan ini karena Anda bisa diandalkan”?

Apresiasi pelanggan atas keandalan kita tentu menimbulkan perasaan bangga. Pengalaman ini otomatis bisa membuat kita terdorong untuk mencari cara-cara lain yang bisa membuat pelanggan lebih puas, mendalami dan mencari celah untuk melakukan hal yang lebih baik lagi. Beginilah rasanya kalau kita dihargai karena upaya kita, dibayar dengan rela hati, dan merasa berkembang. Tanpa disadari, kualitas kerja kita juga kita dorong untuk meningkat, sadar bahwa pelanggan menikmatinya.

Setiap orang, setiap pekerja, mustinya sadar bahwa peningkatan keandalan diri adalah prioritas utama. Kita melihat masih begitu banyak situasi yang kita temui, di mana para profesional yang dituntut memberikan layanan yang tepat waktu dan profesional, malah memberikan servis dengan angin-anginan, tidak mempraktekkan prosedur dengan benar, tidak tuntas dalam memenuhi kebutuhan yang diharapkan pelanggan. Seringkali pelanggan tidak mau repot-repot mengeluh, tetapi dengan gampang tidak lagi kembali dan mencari profesional lain.

Ada perusahaan yang memindahkan keagenan produk ke perusahaan lain karena tidak puas, sampai akhirnya si produsen membuka kantor perwakilan sendiri. Lihat betapa para pasien bereksodus ke rumah sakit negara tetangga untuk mendapatkan pelayanan yang lebih profesional. Bahkan, tidak sedikit perusahaan yang “menyelundupkan” supervisor asing, sekadar untuk memandori buruh kita.

Apa yang kita rasakan melihat dicaploknya rejeki dalam pariwisata, dengan pengelolaan asing yang dominan dalam industri pariwisata negara kita sendiri? Para “bule” menjadi wirausaha handicraft, sementara pekerja kita hanya sebagai pekerja kasar karena mereka tidak percaya bahwa orang Indonesia bisa profesional.

Banyak hal yang perlu kita evaluasi. Sadarkah kita bahwa di Komodo, Raja Ampat, Bunaken, yang kita kenal sebagai nirwana selam, terdapat 150 pengelola kapal penyelam yang 95 persen dimiliki dan dikelola orang asing? Apakah kita tidak cukup penyelam? Bukankah para penyelam mutiara di perusahaan-perusahaan mutiara adalah orang Indonesia?

Bagaimana dengan "arlog" (arek logam), penyelam natural  di pinggir kapal feri dan membuat pertunjukan menyelam ke dasar laut untuk mengambil koin? Apakah kita tidak punya kapal? Bukankan kapal pinisi dibuat dengan cantik, kekar, canggih oleh nelayan kita? Apakah kita tidak mengenal servis? Bukankah bangsa Indonesia terkenal murah senyum?

Mengapa eco-tourism di negara kita dominan dikelola oleh asing? Apakah betul ini disebabkan karena pendidikan? Ke mana para sarjana kita yang sudah mengenyam pendidikan tinggi berkualitas? Mengapa penularan profesionalitas tidak kunjung mencapai kualitas jempolan sehingga ada salah satu atau beberapa profesi yang dilirik negara lain, untuk "dibeli" dari kita? Sampai kapan kita biarkan ini terjadi?

Profesionalitas ada di semua profesi
Individu di semua profesi, dengan pendidikan khusus, pendidikan bersertifikat, ataupun sekadar pelatihan, bisa dilihat stakeholder sebagai profesional atau tidak profesional. Bisakah membayangkan sopir taksi yang tidak tahu jalan, atau petugas bandara yang tidak bisa mengarahkan pengunjung bandara yang bertanya loket mana untuk apa? Bagaimana profesionalisme petugas purna jual mesin bergaransi yang tidak bisa tahu "penyakit" mesin atau dokter yang mengirim pasien untuk melakukan pemeriksaan ini-itu yang sebenarnya belum diarahkan diagnosanya?

Kita baru bisa menyebut diri sebagai profesional bila setidaknya kita sadari betul apa yang menjadi tugas, tanggung jawab, batasan wewenang, serta etika dalam pekerjaan kita. Seorang profesional perlu menyajikan “service of value”, sehingga pelanggan selalu merasa nyaman. Hal semacam ini perlu datang dari tiap pribadi, tanpa harus menunggu arahan dari orang lain, bukan? Secara awam saja kita bisa tahu bahwa bila profesionalisme ini tidak kita sikapi secara keras dan tegas, kita tidak akan bisa mengembangkan diri, lembaga, perusahaan tempat kita bekerja dengan subur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com