Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menata Ulang Batik Semarangan

Kompas.com - 31/03/2012, 11:51 WIB

KOMPAS.com - Batik dari Semarang, tidak sepopuler batik dari daerah lain di Jawa Tengah seperti Pekalongan dan Solo, atau provinsi tetangganya Yogyakarta. Batik Semarangan telah lama menghilang, hingga akhirnya para pembatik generasi baru menghidupkannya kembali sejak 2006.

Perlahan, masyarakat pun mulai kembali mengapresiasi dan menikmati ragam corak batik berwarna cerah asal Semarang. Batik Semarangan dikenal dengan motif yang mengangkat berbagai ikon kota Semarang seperti Tugu Muda, Lawang Sewu, dan berbagai ikon lainnya. Selain juga motif yang terinspirasi dari bunga, dedaunan, juga kombinasi gambar burung. Batik Semarangan punya ciri khas ini kini terus dikembangkan motif dan keberadaannya.

Anisa Ayutia Vitaloka (30), perajin batik merek Tobong adalah salah satu perempuan yang mengembangkan kembali batik Semarangan. Anisa tidak sendiri membangun kembali kejayaan batik Semarangan yang sempat mati suri. Ia tergabung dalam Paguyuban Perajin Kampung Batik, yang berpusat di Sentra Batik Semarangan di Kota Semarang, tepatnya di Jalan Batik di kawasan Jalan MT Haryono Semarang Timur, Jawa Tengah.

Anggota paguyuban perajin batik Semarangan kebanyakan adalah perempuan, kaum ibu yang turut berkontribusi terhadap ekonomi keluarga, berkat mengembangkan kembali batik asli Semarang.

"Total ada 80 perajin, tapi di Kampung Batik ini hanya ada delapan, sisanya tersebar di daerah lain sekitar satu jam perjalanan dari paguyuban. Kebanyakan ibu rumah tangga di atas usia 30, saya termasuk yang paling muda. Sejak saya lahir, ibu saya tidak menurunkan keterampilan membatik, jadi kami memulainya lagi dari awal," jelas Anisa saat ditemui Kompas Female di showroom Paguyuban Perajin Kampung Batik Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Menurut Anisa, batik Semarangan sebenarnya bukan hal baru di Kampung Batik ini. Kawasan Kampung Batik juga telah ada sejak lama dan menjadi sentra batik Semarang. Hanya saja memang keterampilan membatik tidak diwariskan secara turun temurun selama puluhan tahun. Batik Semarangan terangkat kembali berkat pembinaan dari Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. Butuh waktu empat tahun untuk perajin dan masyarakat mempopulerkan kembali batik Semarangan ini.

"Kami membuat batik bersama-sama di showroom, beberapa membatik di rumah masing-masing. Pada 2009-2010, batik Semarangan mulai dikenal dengan banyak tamu yang datang ke showroom, berbelanja atau belajar membatik bersama kami. Permintaan dan pemesanan dari luar kota juga mulai bertambah dan kebanyakan membeli batik untuk dijadikan suvenir," ungkap Anisa menambahkan, tamu yang datang bisa belajar membatik secara individual hanya dengan membayar Rp 20.000.

Batik Semarangan tersedia dalam model batik tulis dan batik cap. Ragam pilihan warna batik juga tersedia, mulai yang cerah hingga batik berwarna lembut lantaran dibuat dengan menggunakan pewarnaan alami. "Pewarnaan alam menggunakan kulit manggis, akar pohon, mahoni, daun mangga sehingga memunculkan efek kusam," jelas Anisa.

Sementara, bahan yang digunakan untuk membuat batik Semarangan bervariasi mulai katun, sifon, sutera China. Batik Semarangan yang cerah ini dibanderol mulai Rp 250.000 untuk batik tulis, dan mulai Rp 85.000 untuk batik cap. Belum banyak variasi busana batik yang ditawarkan di showroom, kebanyakan masih berupa kain yang dapat diolah sendiri menjadi berbagai jenis pakaian jadi. Batik Semarangan pun terus dikembangkan, baik dari segi motif maupun aplikasi lain menggunakan batik seperti tas, dompet, tas laptop, termasuk juga busana batik untuk perempuan dan laki-laki.

Canting elektrik
Proses pembuatan batik Semarangan juga terbilang singkat, mulai satu minggu hingga satu bulan. "Lama pembuatan tergantung tingkat kerumitan motif," kata Anisa. Namun, satu hal yang turut membantu proses membatik ala Semarang ini adalah penggunaan canting elektrik.

Menurut Anisa, canting elektrik lebih hemat karena pembatik tak perlu membeli minyak tanah seperti yang dilakukan pembatik dengan canting tradisional. Meskipun diakuinya, butuh investasi awal yang cukup besar sekitar Rp 350.000 untuk mendapatkan adaptor dan canting elektrik ini. Para perajin batik Semarangan mulai menggunakan canting elektrik sejak 2010. "Awalnya kami melihat cantik elektrik ini di Sragen, kami membelinya lalu selanjutnya kami membuat sendiri," tuturnya.

Selain hemat, canting elektrik juga memudahkan proses membatik. Suhu panas yang stabil membuat proses menggambar motif menjadi lebih mudah dengan hasil akhir berupa gambar yang lebih merata.

Saat berkunjung ke Semarang, kini Anda tak hanya bisa membawa pulang aneka makanan khas Semarang. Anda juga bisa berkunjung menjelajah Kampung Batik Semarang, yang masih berbenah dan terus menata kembali batik Semarangan. Tak hanya berkunjung, Anda juga bisa berbelanja dan membawa pulang suvenir istimewa, kain batik tulis dan cap, yang terjangkau dan tak kalah indahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com