Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kain Pinawetengan di Museum Tekstil

Kompas.com - 03/04/2012, 11:17 WIB

KOMPAS.com - Wastra Nusantara memang dikenal sangat beragam. Jika Anda baru sebatas mengenal kain batik, maka Anda masih punya banyak "pe er" untuk mengenal koleksi wastra Nusantara lainnya. Di antaranya adalah kain tenun Pinawetengan yang berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara. Berkat tokoh-tokoh asal Minahasa, kain ini bisa diperkenalkan kepada masyarakat luas.

Tokoh-tokoh tersebut antara lain Brigadir Jenderal Benny Mamoto, Direktur Penindakan dan Pengejaran Badan Narkotika Nasional yang juga pendiri Institut  Budaya Sulawesi Utara, serta perancang Thomas Sigar. Benny yang dikenal sangat peduli terhadap pengembangan budaya di daerah Minahasa berupaya untuk menghidupkan kembali pembuatan kain tenun tersebut. Sedangkan Thomas diberi tugas untuk menghasilkan kain tenun dengan motif khas Minahasa.

Atas kerjasama Museum Tekstil, PT Bilina Bina Cendikia (BBC), dan fashionPromagazine.com, koleksi kain tenun Pinawetengan ini akhirnya dipamerkan untuk masyarakat umum. Dalam pameran berjudul "The Enchanting Culture of Minahasa" yang digelar di Museum Tekstil, Jakarta, 20-30 Maret 2012 lalu ini, pengunjung dapat melihat melihat bagaimana asal-usul kain tenun yang memiliki makna filosofis ini.

Nama Pinawetengan didapat dari guratan di atas watoe (batu, dalam bahasa Minahasa) Pinawetengan. Batu ini merupakan tempat pertemuan para kepala adat di pedalaman Minahasa untuk menghimpun kebersamaan, menjauhi permusuhan, dan berikrar dalam satu persaudaraan.

Guratan di atas batu Pinawetengan itulah yang kemudian menginspirasi  Thomas untuk membuat kain tenun, yang dalam bahasa Minahasa disebut kaiwu. Corak pinawetengan menampilkan lukisan orang, tulisan-tulisan kuno, dan garis-garis. Selain kaiwu Pinawetengan, ada beragam motif yang dikembangkan seperti tenun Tembega, Bia,  Patola, Pinatikan, yang semuanya mengambil motif dari budaya atau lingkungan di daerah  Sulawesi Utara. Corak Tembega menampilkan aksesori yang biasanya digunakan oleh orang Minahasa jaman dulu. Sedangkan corak Bia menampilkan gambar kerang-kerangan.

Harga kaiwu saat ini memang cukup mahal. Untuk memasarkan dan menjangkau masyarakat lebih luas, BBC di bawah pimpinan Iyarita Mawardi Mamoto meniru teknik yang dilakukan para produsen batik. Ia membuat produk print lewat motif cetak tangan (handmade printing) dengan menggunakan bahan sutra dan chiffon dengan motif serupa. Soal kualitas, tentu saja tetap terjaga.

Kain tenun dari sutra dan chiffon yang dibuat dengan teknik print inilah yang digunakan Thomas dalam peragaan busananya di Museum Tekstil, Jumat (30/3/2012) lalu. Perancang yang dikenal selalu mengangkat kain tradisional Indonesia ini sepanjang kariernya telah mempersembahkan karya-karya seperti tenun Aceh dengan motif Gayo, tenun Songket (Sulawesi Tenggara), tenun Tapanuli (ulos-Batak), tenun Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, bahkan tenun hasil perajin Cirebon, dan berbagai ragam batik dari daerah Jawa.

Thomas memamerkan beberapa motif kaiwu Pinawetengan dalam parade fashion yang diperagakan oleh 23 orang sosialita, antara lain Ingrid Kansil, Poppy Haryono Isman, Lisa Ayodia, Astari, Indah Herbunanin, Gina Karsana, Yessy Sutiyoso, Agnes Sutanto, Christine Maria, Terry Supit, Dewi Soedarjo, Kartini Basuki, Chrisye Soebono, dan Rima Melati.

Sumber: fashionPro

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com