Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan: Kekerasan Halangi Cita-cita Kartini

Kompas.com - 20/04/2012, 21:28 WIB

KOMPAS.com - Pemberdayaan dan kemandirian perempuan, sebagaimana yang menjadi cita-cita Kartini akan sulit terwujud jika perempuan masih mengalami kekerasan, baik kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan kekerasan seksual.

"Semangat utama Kartini, sebagaimana yang terdapat dalam tulisan-tulisannya adalah semangat menegakkan hak-hak utama perempuan, seperti  hak atas pendidikan, kemandirian ekonomi, hak untuk tidak disakiti dan sikap protesnya terhadap budaya atau adat-istiadat yang mendiskriminasi perempuan", jelas Neng Dara Affiah, Komisioner Komnas Perempuan untuk Pendidikan dan Partisipasi Masyarakat dalam siaran persnya.

Menurut Neng Dara, aspek penting yang semestinya diperingati dari Hari Kartini adalah  merefleksikan dan mengevaluasi apakah cita-cita Kartini saat ini sudah terpenuhi atau belum.

Faktanya kini, adat istiadat atau budaya yang dikecam Kartini masih terus berlangsung. Di antaranya jumlah penyandang buta huruf perempuan, di atas usia 15, masih lebih banyak dibandingkan laki-laki. Data Kementrian Pendidikan Nasional pada 2010 menyebutkan, jumlah perempuan penyandang buta huruf mencapai 5,3 juta, sementara laki-laki 2,9 juta.

Fakta lainnya, masih banyak jumlah perempuan yang menikah di bawah umur juga perempuan yang dipoligami. Hukum perkawinan juga masih bias gender, dan istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) jumlahnya juga tinggi.

Dalam catatan Tahunan Komnas Perempuan 2012, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah tingkat kekerasan yang paling tinggi di Indonesia, yakni sebanyak 113.878 kasus. Sementara kekerasan  yang dilakukan oleh masyarakat sebanyak 5.187 kasus (4,35 persen) dan sisanya dilakukan oleh negara sebanyak 42 kasus (0,03 persen).

Neng Dara mengatakan, sesungguhnya Indonesia sudah memiliki intrumen hukum untuk melindungi perempuan dari kekerasan, seperti UU PKDRT dan peraturan lainnya.

"Instrumen hukum ada, tetapi akses pengetahuan masyarakat terhadap Undang-undang atau peraturan tersebut masih sangat terbatas," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com