Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indeks Massa Tubuh Tak Relevan Lagi untuk Mengukur Kegemukan?

Kompas.com - 21/08/2012, 13:16 WIB

KOMPAS.com - Salah satu cara yang dipercaya bisa menentukan tingkat kegemukan seseorang adalah dengan menghitung Body Mass Index (BMI/Indeks Massa Tubuh). BMI dihitung dengan cara membagi antara berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat, atau BMI = BB / TB*TB.

Angka penghitungan BMI ini dianggap bisa mewakili berat badan seseorang dalam kondisi yang normal, kelebihan berat badan, atau obesitas. Namun, saat ini BMI dianggap tidak relevan lagi untuk menghitung berat badan. Kisaran angka dalam setiap kategori BMI ini justru dianggap berbahaya untuk kesehatan, pola diet, dan gaya hidup seseorang.

Seorang perempuan dengan perut berlemak, pinggang tebal, namun punya lengan dan kaki yang kurus, dengan perhitungan BMI bisa saja termasuk dalam kategori normal. Padahal sebenarnya mereka memiliki lemak di bagian tengah tubuh yang bisa berbahaya untuk kesehatan. Dengan kategori normal dari BMI, orang tersebut jadi merasa aman-aman saja untuk makan apapun, termasuk yang sebenarnya berbahaya bagi tubuhnya.

BMI dianggap kurang tepat lagi karena tidak menyertakan penghitungan lemak dan massa otot tubuh. Untuk mengatasi kekurangan BMI, para ahli dari The City College of New York telah menciptakan rumusan baru untuk menghitung tingkat kegemukan seseorang, yaitu A Body Shape Index atau ABSI. Para ahli mengklaim bahwa ABSI menjadi indikasi yang lebih baik karena bisa memprediksi seseorang yang memiliki "bentuk tubuh yang berbahaya".

Untuk menghitung ABSI, Anda harus mengukur lingkar pinggang Anda (dalam sentimeter), dan membagi dengan akar kuadrat dari tinggi badan (dalam sentimeter), lalu dikalikan dengan kuadrat akar pangkat tiga dari BMI Anda.

Para peneliti mengukur ABSI pada lebih dari 14.100 orang dewasa di Amerika yang berpartisipasi dalam National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) antara tahun 1999-2004. Mereka menemukan bahwa ABSI yang tinggi menunjukkan jumlah besar lemak di perut, yang secara signifikan meningkatkan risiko kematian dini.

Menurut Nir Krakauer, asisten profesor teknik sipil dan peneliti dari The City College of New York, ABSI mendasarkan perhitungan pada lingkar pinggang sebagai indikator kesehatan. ABSI juga menyesuaikan lingkar pinggang untuk tinggi dan berat badan yang sesuai dengan bentuk tubuh seseorang. Metode penghitungan ini juga dianggap mampu mengindentifikasi orang yang memiliki bentuk tubuh yang tidak sehat, meskipun memiliki berat badan dan lingkar pinggang dalam kisaran normal menurut BMI.

"Dengan metode ini orang bisa lebih mengambil manfaat dan mengubah pola diet dan gaya hidup mereka sehari-hari untuk mendapatkan nilai ABSI yang normal," tukasnya.

Bagi setiap orang, lemak di perut adalah masalah yang besar, karena bisa merusak penampilan dan membuat tubuh terlihat gemuk. Maka ketika melakukan diet, diet untuk memangkas lemak perut adalah cara yang paling baik untuk memulainya.

"Kuncinya bukan hanya untuk menurunkan berat badan saja, namun juga penurunan lingkar pinggang. Karena dengan lingkar pinggang yang kecil, lemak perut yang berbahaya juga semakin rendah," sarannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com