Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/09/2012, 15:52 WIB

KOMPAS.com - Pernah mengeluhkan si dia yang suka bertindak kekanak-kanakan? Kalau sisi kekanak-kanakannya hanya terlihat dari kesukaannya mengoleksi action figures atau menonton serial Oggy and the Cockroaches sih, tak masalah. Bagaimana bila sifatnya yang tidak dewasa tersebut terwujud dalam ketidakmampuannya berempati dan menilai suasana hati orang lain?

Hal ini ternyata ada kaitannya dengan penggunaan dot atau empeng ketika ia masih kecil. Bagaimana ceritanya?

Bayi mengandalkan isyarat non verbal, khususnya ekspresi wajah, untuk berkomunikasi. Bayi juga meniru isyarat tersebut, dan saat melakukannya, mereka menemukan emosi di mana isyarat tersebut melekat. Namun, dalam penelitian yang dilakukan University of Wisconsin terhadap 100 anak, terungkap bahwa anak laki-laki usia 6 dan 7 tahun yang sewaktu kecil menggunakan dot kurang memiliki kemampuan meniru emosi yang diekspresikan oleh wajah-wajah dalam video.

"Bagaimana jika selalu ada sesuatu di mulut Anda, sehingga Anda tidak dapat meniru ekspresi wajah orang lain?" ujar pemimpin studi ini, Paula Niedenthal, PhD.

Dalam penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Basic and Applied Social Psychology tersebut, peneliti juga mewawancara lebih dari 600 mahasiswa. Mereka mendapati, pria muda di usia kuliahan yang orangtuanya mengaku mengandalkan empeng untuk anak mereka, mendapatkan nilai lebih rendah dalam tes untuk mengukur empati dan kemampuan menilai suasana hati orang lain. Namun pada remaja putri dan perempuan muda, tidak ditemukan perbedaan dalam kedewasaan emosional berdasarkan penggunaan dot semasa kecil.

"Perempuan cenderung lebih tepat dalam hal mengekspresikan maupun membaca isyarat emosional. Kami tidak tahu pasti bagaimana hal itu terjadi. Salah satu alasannya mungkin karena masyarakat mendorong anak perempuan untuk membaca emosi, sehingga mereka bekerja lebih keras untuk itu," lanjut Niedenthal.

Ia memperkirakan, orangtua juga banyak membahas mengenai proses emosional pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Karena anak laki-laki tidak diharapkan untuk bersikap emosional, orangtua mungkin tidak mengimbangi penggunaan dot dengan membantu mereka belajar mengungkapkan emosi dengan cara lain.

Studi ini terinspirasi oleh penelitian mengenai orang dewasa yang menjalani prosedur Botox. Orang-orang yang melumpuhkan saraf-saraf wajahnya melalui injeksi Botox untuk kepentingan kosmetik ternyata tidak hanya mengalami penurunan dalam mengekspresikan emosi pada wajahnya, tetapi juga perasaannya. Inilah yang membuat tim Niedenthal berpikir mengenai periode kritis dalam perkembangan emosional. 

Namun Niedenthal mengakui, tidak mudah meminta orangtua (dan bayinya) untuk berhenti menggunakan dot. Bagaimana pun, penggunaan dot saat anak tidur tidak akan mengacaukan kondisi emosional mereka. Karena, tidur bukanlah momen ketika bayi memelajari dan meniru ekspresi wajah orang lain.

Dari sisi kesehatan, menurut World Health Organization (WHO) kebiasaan memakai empeng juga berpeluang menghambat proses menyusui. Sedangkan  American Academy of Pediatrics mengungkapkan bahwa memakai empeng tidak dilarang selama tidak diberikan pada bayi yang sedang lapar. Mengisap dot saat bayi tidur juga mengurangi risiko sindrom kematian mendadak pada bayi (Sudden Infant Death Syndrome). Oleh karena itu, yang dianjurkan Niedenthal pada para orangtua hanyalah membatasi pemakaian dot pada siang hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com