Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/10/2012, 10:46 WIB

KOMPAS.com - Gerakan #ACMI Aku Cinta Makanan Indonesia tengah giat dikampanyekan oleh dua pakar kuliner Indonesia, yaitu William Wongso dan Bondan Winarno. Gerakan ini tidak sekadar mengajak masyarakat untuk melestarikan makanan khas Indonesia, tetapi juga mengetahui kisah di balik pembuatan makanan tersebut.

 

Saat talkshow di ajang Social Media Fest 2012 di Gelanggang Renang Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (13/10/2012), William juga mengungkapkan pentingnya memasak dengan sehat. Tentunya, dengan pemahaman memasak sesuai kultur Indonesia.

Melinjo, misalnya. Banyak yang salah kaprah dalam memandang tanaman melinjo (atau blinjo dalam bahasa Jawa), yaitu bahwa tanaman ini harus dihindari karena kandungan purinnya menyebabkan asam urat. Memang benar bahwa melinjo mengandung purin, namun hal ini mudah diantisipasi, yaitu dengan  tidak mengonsumsinya secara berlebihan.

Di lain pihak, kandungan nutrisi melinjo justru tidak pernah terekspos. Melinjo mengandung senyawa antioksidan yang diperoleh dari konsentrasi protein tinggi. Hampir semua bagian dari melinjo bisa diolah.

"Dari daunnya, bunga, biji, bahkan kulitnya bisa dimakan. Bijinya biasanya dimasak untuk sayur asem. Pendek kata, there is no healthy food kalau kita nggak masak sendiri," tegasnya. 

Hal yang sama terjadi pada makanan bersantan, yang identik dengan kolesterol tinggi. Bertentangan dengan anggapan tersebut, santan ternyata mengandung lemak sehat omega 3 dan omega 6. Selain itu santan juga mengandung kalsium, serat, dan protein.

"Orang Indonesia benci sama santan, padahal kadar kolesterolnya justru paling rendah. Yang bikin kolesterol tinggi itu sebenarnya jeroannya," ujar William.

 

Jika sudah memiliki pemahaman mengenai healthy cooking ala Indonesia, William menjamin kita semua tak akan serba khawatir dengan makanan khas Indonesia. Intinya adalah jeli memutuskan kapan sebuah bahan makanan menjadi bermanfaat atau justru merugikan. Jelantah, misalnya, tak perlu langsung dibuang.

"Kalau minyak jelantah biasanya saya ambil sedikit untuk sambel korek. Jadi, jelantah itu buat aromanya saja. Itu nggak masalah. Kalau tidak, ya dibuang saja," katanya.

Tren raw food juga perlu ditanggapi dengan cerdas, namun tidak berlebihan. Yang penting, pilihlah bahan makanan yang segar. Ingin membuat lalapan,  cuci dulu sayurannya dengan cermat sebelum diolah. "Ikan teri mentah diberi cuka dan dikasih jeruk nipis, itu sudah membuatnya matang. Lain kalau ibu-ibu beli ikan, lalu dilumuri jeruk nipis karena amis. Amis itu tandanya ikannya sudah tidak segar."

Gerakan "Sehari Tanpa Nasi" yang berlangsung di Depok setiap Selasa menurut William juga perlu ditanggapi secara positif. Sebagian orang mungkin mengeluh, karena aturan ini membuat kita seolah kembali di zaman kuno di mana orang harus makan singkong.

Namun, perlu diketahui bahwa kontribusi tertinggi penyakit diabetes itu adalah konsumsi nasi yang berlebihan. Selain tidak baik untuk kesehatan, konsumsi beras yang terlalu tinggi juga menyebabkan kebutuhan beras di Indonesia tidak dapat dipenuhi lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com