Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/11/2012, 20:21 WIB

KOMPAS.com - Studi terkini menunjukkan anak yang dibesarkan oleh orangtua bercerai, merasakan dampak perceraian hingga ia dewasa. Perceraian orangtua memberikan pengaruh negatif terutama dalam hal hubungan berpasangan.

Menurut Nancy Pina, relationship coach, saat dewasa, seseorang yang memiliki pengalaman pahit dari perceraian orangtuanya memiliki empat kecenderungan perilaku ini terkait hubungan berpasangan.

1. Tidak mau menikah.
Perceraian orangtua memberikan pengalaman traumatik yang membuat seseorang menghindari komitmen, karena takut mengalami masalah yang sama dengan orangtuanya. Penolakan terhadap perceraian membuat ia menghindari komitmen dalam hubungan berpasangan. Rasa khawatir terhadap pernikahan ini takkan hilang sama dengan ketakutannya terhadap perceraian yang akan selalu ada selama penolakan terus terjadi.

2. Tak percaya cinta.
Sikap lainnya adalah individu ini menerima dan mau berkomitmen dalam hubungan atau menikah, namun baginya hubungan pasangan menikah bisa terjadi karena ketertarikan fisik semata, tanpa cinta. Sementara, cinta tidak muncul dengan sendirinya, melainkan membutuhkan upaya dari kedua belah pihak untuk membangun hubungan yang solid, saling percaya, saling menghargai dan memiliki cinta sejati.

3. Mensabotase hubungan.
Tanpa sadar, pribadi yang tumbuh dengan latar belakang orangtua bercerai, akan menunggu sesuatu yang buruk terjadi dalam hubungannya dengan pasangan. Pada awalnya, ia menemukan cinta dan memulai hubungan berpasangan, dan berpotensi untuk melanjutkan hubungan jangka panjang yang lebih serius. Namun di tengah jalan, ia menyabotase hubungan ini, dengan menunggu dan meyakini bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap hubungannya. Pribadi seperti ini juga cenderung menganggap semua pria akan berselingkuh, sebuah anggapan yang muncul karena perceraian orangtuanya di masa lalu.

4. Cinta yang tak realistis.
Anak yang memiliki orangtua bercerai, saat dewasa juga bisa menemukan cinta dan menjalin hubungan berpasangan. Namun, ada kecenderungan, pribadi ini akan memproteksi dirinya, mencintai pasangannya apa pun yang terjadi bagaimana pun ia diperlakukan oleh pasangannya.

Ketakutan akan kesendirian, ditinggalkan, seperti yang dialaminya saat orangtuanya bercerai dulu, memengaruhi pandangannya akan cinta saat ia dewasa. Apalagi jika ia menyaksikan sendiri bagaimana sang ibu berjuang keras secara emosional dan finansial pascaperceraian.

Pengalaman di masa lalu ini yang membuatnya menjaga hubungan berpasangan, untuk menghindari perceraian. Bagaimana pun pasangan memperlakukannya, ia akan menerima, demi tetap bersama.

"Untuk memiliki emosi yang sehat dalam hubungan, perasaan khawatir dan anggapan seperti ini harus dihilangkan. Pengalaman emosional yang buruk dampak perceraian orangtua bisa berubah menjadi sesuatu yang lebih indah jika Anda tak lagi memandang cinta sebagai suatu beban juga berhenti memunculkan kemungkinan buruk ke depannya dalam hubungan," jelasnya.

Pina mengatakan, setiap orang punya kekuatan dan kemampuan dalam dirinya untuk menciptakan atau menentukan konsep cinta seperti apa yang diinginkan. Namun langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun hubungan yang sehat mengarah pada pernikahan yang penuh cinta, langgeng, dan saling melengkapi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com