Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/01/2013, 12:11 WIB

KOMPAS.com - Boleh jadi, ketika membaca judul di atas, dahi Anda akan berkerut. Tapi jangan salah. Utang bukanlah mahluk menakutkan yang mesti dihindari. Utang bahkan bisa menjadi teman untuk membuat Anda lebih makmur. Tidak percaya?

Coba cek seluruh konglomerat di negeri ini. Adakah di antara mereka yang tidak punya utang? Adakah di antara mereka yang ujug-ujug menjadi kaya raya, tanpa meniti usaha dari bawah dengan cara berutang sana sini? Selain karena kerja keras, disiplin, berhemat, dan keberanian mengambil risiko, para konglomerat adalah mereka yang sukses berbisnis dengan dukungan utang.

Utang jahat vs utang baik
Utang hakikatnya bisa dibagi menjadi dua tipe, yaitu utang baik dan utang jahat. Masalahnya, kebanyakan orang, terjebak dalam rayuan utang jahat. Mulai dari menggunakan kartu kredit untuk memuaskan nafsu konsumtif atau berutang melalui bank, handai taulan, kerabat, untuk menjalankan kegiatan yang tidak produktif. Utang semacam ini pada gilirannya bisa menyebabkan seseorang bangkrut.

Utang yang dipakai untuk kegiatan konsumtif sama artinya dengan mengeluarkan uang belaka. Barang ataupun jasa yang dibeli tidak bisa memberikan hasil apa pun. Kecuali, mungkin kepuasan non-finansial, termasuk gengsi. Konkretnya, utang yang dipergunakan untuk kegiatan non-finansial, bisa disebut sebagai utang jahat.

Ketika seseorang hendak berbisnis, tentu dibutuhkan modal.

Modal tidak selalu mesti dari kantong sendiri. Modal juga bisa diperoleh melalui utang. Tentu saja ada hitung-hitungannya bagaimana agar modal yang berasal dari utang bisa memberikan hasil. Yang utama adalah bahwa utang tersebut menjadi modal untuk kegiatan produktif, dalam arti memberikan penghasilan.

Umpamakan Anda mengambil kredit modal kerja dari bank. Biasanya Anda diberikan masa pinjaman untuk setahun, dengan tingkat bunga tertentu, misalnya 12 persen per tahun. Katakanlah, Anda meminjam Rp 1 miliar. Maka setahun kemudian, Anda mesti membayar Rp 1 miliar plus bunga sebesar Rp 120 juta.

Pertanyaannya, apakah bisnis Anda mesti memiliki penghasilan sebesar pokok plus bunga itu? Jelas tidak. Yang utama, adalah dari modal utang sebesar Rp 1 miliar tersebut, Anda memiliki tingkat keuntungan di atas bunga bank. Jadi, kalau bunga bank Rp 120 juta setahun, atau 10 juta per bulan, maka penghasilan dari bisnis Anda harus di atas angka tersebut, misalnya Rp 200 juta per tahun. Sehingga, Anda masih memiliki sisa keuntungan sebesar Rp 80 juta per tahun.

Bagaimana dengan pokoknya? Pokok tersebut bisa diperpanjang lagi pada saat jatuh tempo. Tapi tentu saja dengan syarat bahwa bisnis yang Anda lakukan berkembang sehingga dalam beberapa tahun kemudian, pokok plus bunga bisa dibayarkan semua. Itu contoh paling sederhana bahwa utang bisa mempercepat Anda mencapai kemakmuran.

Kepemilikan aset
Contoh yang lain adalah dalam hal kepemilikan aset. Katakan saat ini Anda belum memiliki rumah. Kapan Anda hendak memiliki rumah sendiri? Anda mungkin berkata bahwa saat ini Anda tengah menabung. Menyisihkan sebagian penghasilan Anda agar dalam kurun waktu 10 tahun mendatang bisa memiliki rumah sendiri. Anda memang tidak salah.

Tetapi, apakah Anda sudah menghitung, berapa harga rumah 10 tahun mendatang? Atau apakah lokasi yang Anda idam-idamkan masih tersedia dalam tahun-tahun mendatang? Tidak ada yang tahu. Dalam konteks ini, ketika Anda menabung untuk membeli rumah 10 tahun mendatang, sebenarnya Anda berspekulasi. Lantas apakah tidak ada jalan keluarnya? Ada, yakni berutang untuk membiayai pembelian rumah.

Sepanjang yang Anda hendak beli adalah rumah pertama dan sekaligus untuk ditempati, maka rumah tersebut tidak bisa sepenuhnya tidak produktif. Kenapa? Karena kalau saat ini Anda menyewa rumah atau apartemen, maka hanya biaya belaka yang mesti Anda tanggung. Kalaupun Anda menyewa sampai 10 tahun, tetap saja rumah atau apartemen tersebut bukan milik Anda.

Bagaimana dengan rumah yang ditempati? Anda bisa membayar angsuran dari kredit kepemilikan rumah yang Anda ambil dengan menyisihkan pendapatan yang sebelumnya dialokasikan untuk menyewa rumah atau apartemen. Jadi tidak ada bedanya, jika dilihat dari alokasi biaya. Yang membedakan adalah, bahwa dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, rumah tersebut sudah menjadi milik Anda. Bahkan jika Anda menjual rumah tersebut bisa dipastikan harganya akan lebih tinggi ketimbang ketika Anda beli.

Kemandirian finansial
Bagaimana dengan kalangan yang selama ini masih tinggal bersama orangtua ataupun mertua? Memang, lazimnya tidak ada bea sewa yang dikeluarkan. Memiliki rumah sendiri, meskipun secara pinjaman, tetap merupakan solusi yang banyak ditempuh, khususnya bagi kalangan yang ingin disebut sebagai mandiri. Kalaupun masih belum masuk dalam kategori dewasa secara finansial, maka bantuan orangtua/mertua, sepantasnya hanya dalam pemberian uang muka untuk pembelian rumah. Dan suatu ketika, jika diperlukan, bantuan tersebut bisa dibayar kembali.

Singkat kata, berutang, sepanjang diperuntukkan untuk kegiatan produktif dan mampu mendorong terciptanya kemandirian finansial, bukanlah hal haram. Yang penting, Anda bisa menakar, berapa besar jumlah uang yang hendak dipinjam, berapa tahun jangka waktu pinjaman dan lebih dari itu, dari mana utang tersebut hendak didapatkan. Dalam hal ini, tempat terbaik untuk berutang adalah bank.

Tentunya bank yang mampu memberikan tingkat bunga serendah mungkin dan bank yang profesional, alias bekerja berdasarkan sistem. Sebaiknya tidak berutang dari teman, saudara apalagi rentenir. Sebab, bisa saja jika terjadi masalah dengan utang tersebut, Anda bukan saja kehilangan harta, tetapi juga bisa kehilangan saudara atau teman.

(Elvyn G. Masassya, praktisi keuangan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com