Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/02/2013, 10:06 WIB

KOMPAS.com - Baru mendarat di Jakarta setelah 1,5 bulan menjalani pekerjaan modeling di Italia, jam biologis Laura Muljadi (28) masih berantakan. Akibat jetlag, jerawat bertumbuhan di wajah. Jam tidurnya pun kacau balau.

Sore itu ia gesit menyiapkan suguhan minuman dan kue ketika ditemui di tempat tinggalnya di sebuah apartemen di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Setelah menyalakan lilin terapi yang menebarkan aroma kesegaran teh, ia berujar, ”Sori, aku enggak bisa masak ya.” Setengah berlari ia mengambil tas rias dari kamar, duduk selonjoran di lantai ruang tamu, dan kemudian minta waktu untuk merias wajah.

Waktunya seharian itu telah dihabiskan untuk mengikuti rapat di sebuah yayasan sosial yang fokus pada pendidikan anak jalanan. Laura sering tidak enak hati karena terlalu lama harus meninggalkan anak didiknya ketika ada pekerjaan di luar Jakarta.

Dari tempat rapat, Laura buru-buru menyewa ojek untuk kembali ke apartemen. Ia memiliki langganan ojek yang siap sedia mengantarnya menembus kemacetan Jakarta. ”Ini baru sampai, jadi enggak sempat dandan. Maaf ya,” kata Laura.

Kepiawaian merias ala model lantas dipertontonkannya. Tangannya gemulai membersihkan wajah, meratakan bedak, mempercantik mata, dan memoles lipstik ke bibir. Abrakadabra, wajah polos itu semakin memesona.

”Aku mirip kakek. Gelap kulitnya dan tinggi. Aku campuran Serang dan Pontianak. Papa dan mamaku Tionghoa, tetapi banyak yang bilang aku lebih kayak orang India,” ujar Laura memulai perbincangan.

Pekerjaan 12 detik
Laura berkenalan dengan dunia model ketika mendapat beasiswa kuliah di Belanda. Ia lantas menjajal panggung modeling di Belanda, Rusia, Selandia Baru, Perancis, Italia, Jepang, dan negara lain di Asia.

Setelah lulus dan pulang ke Tanah Air, Laura telanjur jatuh cinta pada modeling. Ia bahkan rela menolak tawaran bekerja di bank serta melepas beasiswa S-2 yang sudah ada di tangan demi menekuni dunia model.

”Modeling enggak bisa nanti. Kesempatannya hanya sekarang. Aku enggak mau bangun di usia 40-an dan menyesali sesuatu yang tidak aku lakukan dulu,” kata Laura.

Pengorbanannya tak sia-sia. Laura kini dikenal sebagai salah satu model berbakat yang banyak dicari desainer kondang. Ia mampu memberi kesan elegan pada baju yang dikenakannya. Karakter Laura identik dengan karya yang elegan dan etnik. Rasa yang timbul ketika berjalan di runway yang membuat Laura ketagihan.

Laura merasa pekerjaan model serupa dengan artis film, hanya saja tanpa dialog. ”Pas jalan pasti deg-degan. Ini pekerjaan 12 detik. Enggak bisa salah. Kamu cuma punya kesempatan satu kali,” ujar Laura.

Selama 12 detik, seorang model menjadi jembatan penyampai pesan dari desainer. Setiap baju dan setiap panggung memiliki karakter masing-masing yang harus diselami. ”Kami bertugas memberikan jiwa kepada koleksi. Harus menjadi orang lain dan menyembunyikan emosi,” ujarnya.

Di catwalk, Laura harus tetap tersenyum ketika rambutnya tercerabut hiasan kepala yang berat. Kakinya pernah tak sengaja terjahit menjelang tampil. Laura harus menaklukkan ketakutannya pada panggung tinggi dan sepatu hak tinggi.

Modeling, bagi Laura, memang bukan sekadar batu loncatan atau hobi. Pekerjaan sebagai model harus dilakoni dengan serius agar hasilnya maksimal. Keseriusan itu bisa dilihat dari cara Laura menjalani profesinya.

Dari nol, Laura mulai membangun jaringan dengan ikut beragam casting. Ia memulainya dengan hal kecil seperti menghafal nama lengkap dari ratusan desainer Indonesia. ”Di modeling, kepercayaan bukan nomor satu, melainkan bagaimana cara kita meyakinkan orang,” kata Laura.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com