Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Didiet Maulana Berharap Tenun Ikat Terus Diangkat

Kompas.com - 02/10/2013, 18:32 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Kompas.com - Kain tradisional atau kerap disebut kain nusantara dalam konteks modern bisa dihadirkan melalui bentuk busana yang nyaman dikenakan. Dalam konteks itu pula perancang Didiet Maulana serius mengangkat tenun ikat.

Perancang yang meluncurkan label Ikat Indonesia by Didiet Maulana ini mengaku senang karena apresiasi para desainer dan pelaku ekonomi kreatif terhadap kain tradisional, khususnya tenun ikat, terus meningkat.

"Selanjutnya adalah bagaimana agar semua pihak bisa konsisten dan tidak cuma melihat hanya dari peluang bisnisnya saja. Jangan sampai nanti kalau peluang bisnisnya tidak bagus lagi tenun ikat langsung ditinggalkan," katanya ketika dihubungi Kompas.com (Rabu, 2/10/13).

Didiet mulai serius mendesain busana dari tenun ikat sejak Juli 2011. "Tapi kecintaan saya dengan kain sudah dari dulu. Sejak kecil saya sudah terbiasa dengan songket, tenun ikat, juga batik. Keluarga saya memang pecinta kain," tuturnya.

Ia bercerita, sejak awal ia memang berniat untuk menjadikan tenun ikat populer seperti halnya batik. Untuk memupus citra kain nusantara hanya layak dipakai ke acara perkawinan saja, Didiet membuat tenun ikat menjadi celana panjang.

"Saya sengaja memilih busana yang casual sehingga orang mau memakainya sehari-hari. Dengan sering dipakai, berarti akan lebih banyak orang yang beli sehingga suplai dan demand lebih cepat," katanya.

Beberapa rancangan busana Didiet memang mengakomodasi karakter dinamis dan mandiri perempuan masa kini. Itu berarti kemudahan dan kenyamanan pemakaian menjadi faktor yang wajib dipenuhi. Untuk busana pria, ia mengolah tenun ikat menjadi semiformal dan kasual dengan tetap mempertahankan selera maskulin.

"Dengan semakin banyak orang yang mengangkat tenun ikat, semakin banyak juga yang dibeli dari pengrajin. Pada akhirnya ini akan mengangkat pengrajin juga," ujarnya.

Ia mengakui ketika mengangkat kain nusantara  yang sulit adalah menciptakan pasar. "Tak mudah membuat orang supaya melirik kain tradisional lain sebagai alternatif batik," katanya terus terang.

Didiet banyak bekerja sama dengan pengrajin tenun ikat dari Jepara, Bali, Makassar, dan juga Palembang. "Terkadang saya minta mereka menyesuaikan skala motifnya, demikian juga dengan kombinasi warnanya sesuai dengan tren warna saat ini," katanya.

Untuk warna, menurut Didiet, kebanyakan konsumen lebih menyukai warna-warna netral seperti merah tua, cokelat, juga navy blue. Warna tersebut tergolong warna aman yang bisa dikenakan untuk acara siang atau pun malam.

Bagimana pun tenun ikat adalah kain buatan tangan sehingga Didiet menyarankan agar perawatan kainnya harus diperhatikan. "Sebaiknya pakaian di-dry clean untuk menghindari bahan cepat berkerut dan hilangnya pewarnaan," sarannya.

Selain dalam potongan celana, tenun ikat juga digunakan Didiet sebagai jaket, cardigan, bahkan gaun pesta. Di tangannya, kini warisan budaya asli Indonesia ini semakin diminati untuk berbagai kesempatan kasual dan semiformal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com