Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/12/2013, 19:09 WIB

KOMPAS.com – Susah payah menyelesaikan kuliah, bolak-balik revisi skripsi yang melelahkan, ketika akhirnya lulus, mengapa tak kunjung mendapatkan pekerjaan impian? Lalu, apa arti ijazah dengan cap resmi dari universitas bergengsi? Mengapa tak juga mencuri perhatian barisan perusahaan kelas kakap di negeri ini? Apa yang terjadi?

Memang menyedihkan, masih banyak fresh graduate dan tentunya orangtua mereka, belum juga menyadari bahwa titel pendidikan dari universitas prestis, tidak selamanya memudahkan langkah para generasi penerus bangsa untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji selangit. Padahal telah banyak kenyataan, di mana seseorang akhirnya menjalani profesi yang berseberangan dengan jurusan yang menjadi konsentrasi mereka saat masa kuliah dulu.

Kondisi seperti ini tentu tidak terjadi pada mereka yang memilih jurusan kedokteran, arsitek, psikolog, dan lainnya yang bersifat segmented. Tapi, lebih banyak terjadi pada lulusan Manajemen, Humas, Sekretaris, Sastra dan masih banyak lagi. Tidak sedikit, perempuan yang semasa kuliahnya mempelajari ilmu sekretaris, saat bekerja malah ‘nyasar’ menjadi seorang penjual produk asuransi andal di sebuah perusahaan. Contoh lainnya adalah mahasiswi Humas yang menjalani profesi Customer Service di perusahaan perbankan.

“Menghitung dan memadankan usaha serta uang yang dikeluarkan semasa sekolah dengan gaji yang diperoleh, adalah kesalahan yang sering saya lihat pada banyak mahasiswa setelah mereka lulus. Penyesalan bermula ketika uang dijadikan tolak ukur. Tapi, mereka melupakan kenyataan bahwa secara kualitas pemikiran dan perilaku mereka lebih unggul. Sayangnya, karena ambisi mengejar uang, hal-hal yang tidak dibisa dinilai dengan materi tersebut, akhirnya terlewatkan,’’ jelas Thomas G. Plante, Ph.D., ABPP, Psikolog.

Kemudian, Thomas yang juga seorang penulis buku Do the Right Thing, menjelaskan bahwa manfaat sesungguhnya dari pendidikan tingkat lanjut adalah mengembangkan pola pikir, ini lah yang membedakan antara orang yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan. Mereka yang mengenyam pendidikan hingga tingkat universitas, pada umumnya berpikir lebih kritis, berpengetahuan luas, mampu memecahkan konflik lebih bijak, dan memiliki keinginan belajar yang tinggi.

Sebelum menyekolahkan anak ke jenjang universitas, orangtua sebaiknya menerima risiko bahwa kelak mereka lulus, mereka harus bekerja dari level paling bawah dulu, dengan penghasilan yang seadanya. Tetapi, umumnya menurut Thomas, mereka yang lulusan universitas dan sekolah tinggi memiliki pembekalan semangat yang masif dalam memajukan karier hingga posisi puncak.

“Saya selalu menegaskan pada seluruh murid saya untuk mengenali minat mereka. Menekuni hal yang kita suka akan membuat sekolah dan dunia kerja terasa seperti taman bermain. Berhentilah mengukur-ukur penghasilan, apalagi muluk-muluk berharap mendapatkan gaji besar dengan cepat tanpa pengalaman kerja. Saya terus menyematkan pesan, bahwa hidup ini lebih dari sekadar memiliki penghasilan dengan barisan angka nol yang panjang, tetapi lebih kepada bagaimana pendidikan membentuk kepribadian mereka.’’ tutup Thomas, yang juga seorang dosen pada Stanford University dan Santa Clara University.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com