Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/12/2013, 12:37 WIB

KOMPAS.com – Perkenalan masyarakat Indonesia dengan dunia pembuatan kain/tenun menurut banyak ahli sejarah telah dimulai sejak zaman prasejarah, ketika tanaman kapas mulai dikenal dan teknik pembuatan kapas menjadi benang ditemukan.

Pada masa-masa selanjutnya, perjalanan manusia dari satu tempat ke tempat lain turut menentukan teknik pembuatan, bahan, dan motif kain berubah, termasuk di salah satu wilayah terpenting Nusantara, Kerajaan Sriwijaya.

Tidak ada catatan pasti bagaimana nenek moyang kita belajar memintal benang, membuat alat tenun, atau menciptakan berbagai motif yang rumit. Yang pasti, sejak ratusan tahun lampau, wilayah Nusantara menjadi jalur lalu lintas dan tempat singgah para pedagang. Berbagai kapal telah singgah dan bongkar muat di berbagai pelabuhan penting. Salah satu komoditas yang mereka bawa adalah kain.

Kain yang terkenal pada waktu itu adalah kain patola dari India dan kain sutra dari China. Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, China melakukan ekspansi perdagangan ke wilayah Sumatera bagian selatan. Di tempat itu, mereka melihat teknik pembuatan kain yang sama sekali baru bagi mereka, teknik tenun. Sementara itu, para bangsawan Kerajaan Sriwijaya mengagumi kehalusan sutra dari China. Perbedaan seni kain ini mengakibatkan adanya pertukaran motif dan material pembuatan kain.

Catatan para musafir China menyebutkan bahwa raja di bagian Sumatera telah memakai pakaian sutra. Pembuatan kain tenun atau yang disebut sewet di Sriwijaya mulai menggunakan sutra. Sementara itu, pengaruh India tampak pada disematkannya benang-benang emas pada tenun Sumatera.

Aktivitas menenun songket pun berkembang. Akibat akulturasi budaya, orang Palembang mulai lebih berkreasi, mereka membuat sutra dalam bentuk benang yang dipintai di sentra-sentra industri tenun tradisional. Kain itu kemudian dihiasi benang emas. Sutra bersulam benang emas inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Songket Palembang.

Asal mula istilah songket tidak terlacak dengan jelas. Namun, ada pendapat yang mengatakan kata itu berasal dari kata disongsong (diterima/disambut) dan di teket. Kata teket dalam bahasa Palembang lama berarti sulam. Kata itu mengacu pada proses penenunan, kain yang dibuat dengan cara disongsong dan disulam pada tenun.

Kini, songket menjadi salah satu kain Nusantara yang paling dikenal. Pemanfaatannya pun luas. Siapa saja bisa menggunakan songket untuk acara pesta, upacara adat, maupun acara penting lainnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com