Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/12/2013, 10:57 WIB


Kompas.com -
Tati Mulyati (59) belajar menyulam sejak berusia 10 tahun. Orangtuanya mengajarkan bahwa perempuan tidak boleh diam saja di rumah, tetapi harus bergerak, berbuat, melakukan sesuatu. Kini, dia ingin perempuan berdaya, berkarya, meski tidak bekerja di luar rumah.

Tati awalnya belajar dari salah seorang ibu tua di daerah asalnya di Cianjur, Jawa Barat. Kebanggaan perempuan kala itu adalah ketika sudah bisa menjahit baju, membuat seprai, taplak meja, hingga gorden sendiri. Setelah ke Jakarta, Tati kemudian mengikuti kursus menyulam gratis di Sarinah, dengan guru sulam dari Jepang. Dari sana kemampuan Tati berkembang hingga bidang keterampilan yang lain.

Setelah menikah tahun 1975, Tati mengikuti suami ke Lampung. Di sana, dia menjadi anggota DPRD Kabupaten Lampung Utara selama dua periode. Baru pada tahun 1990, Tati dan keluarganya kembali ke Jakarta. Tahun 1994, dia terdeteksi mengidap kanker payudara stadium 3B. Dokter bahkan memvonis usianya tak akan lebih dari enam bulan.

Setelah menjalani operasi, pada masa penyembuhan, Tati terdorong untuk terus melakukan sesuatu. Dia memilih untuk kembali menekuni sulam. Aneka teknik sulam yang dikuasainya dipraktikkan hingga menghasilkan aneka karya, mulai dari kerudung, taplak meja, hingga hiasan dinding.

Ada banyak teknik sulam yang sebagian besar dikuasai Tati, seperti french knot, bullion, fern leaf, lazy daisy, fly stitch, suji cair, hingga bobbin lace atau sulam khas Belgia yang juga berkembang di Sumatera Barat. Sulamannya juga tidak hanya dua dimensi, tetapi juga tiga dimensi.

Awalnya, tak ada niat untuk menjual karya-karya buatannya. Hingga pada suatu kali pada tahun 2008,dia bertemu dengan Ny Triesna Jero Wacik yang memimpin Yayasan Sulam Indonesia. Tati diajak untuk turut mengembangkan sulam di Indonesia, salah satunya membina ibu-ibu di daerah Bojong, Semplak, Jawa Barat.

Setelah itu, dia mulai membuat banyak produk dengan kreasi sulam untuk dijual dan memenuhi banyak pesanan yang berdatangan. Pameran demi pameran juga diikuti sehingga semakin banyak orang mengenal produknya.
Kursus menyulam

Tidak hanya menjual, Tati juga mengajar sulam. Di rumahnya, dia membuka kursus sulam dengan berbagai teknik, dan dengan memadukan sulam dengan batik, manik-manik, serta lukisan.

Mereka yang belajar menyulam kebanyakan adalah perempuan, mulai dari remaja hingga ibu rumah tangga, para pensiunan, dan para lanjut usia. Akhirnya Tati justru memfokuskan usahanya pada kursus menyulam dan keterampilan lainnya dengan mendirikan Yayasan Tati Sulam.

”Saya ingin memberdayakan para perempuan dengan menyulam. Mereka tetap dapat bekerja, berkarya, tanpa harus meninggalkan keluarga. Bahkan, mereka yang sudah pensiun dan lansia dapat melakukannya,” ujar Tati.

Mengapa menyulam? Tati menjawab, menyulam itu sangat murah dan terjangkau. Hanya dengan Rp 10.000 untuk membeli sepotong kain, beberapa warna benang, jarum, dan sebuah pembidang, seseorang sudah bisa menghasilkan karya sulaman yang indah.

Bakat bukanlah satu-satunya penentu seseorang dapat menghasilkan sulaman yang indah. Menurut Tati, siapa pun dapat menyulam dan menghasilkan karya yang indah dengan terus mencoba dan belajar dari orang lain atau dari mana pun.

Hingga saat ini, Tati menyebutkan, jika dijumlahkan, sudah ada sekitar 1.000 orang yang mengikuti kursus di yayasan miliknya. Dia kemudian membentuk kelompok usaha bersama bernama Jemari Manis. Kelompok ini memfasilitasi para alumni kursus yang ingin mengembangkan usaha. Kini anggotanya mencapai seratusan orang.

Selain di rumah, Tati juga menerima kursus menyulam di gerainya yang dibuka di Gedung Smesco UKM di Jakarta. Setiap hari selalu ada orang yang siap mengajari mereka yang ingin belajar menyulam. Sebagian produk juga dipamerkan dan dijual di sana.

”Namun, sekarang saya mulai kewalahan karena pesanan semakin banyak dan saya tidak punya banyak orang yang bisa mengerjakannya. Saya juga ditawari kerja sama untuk ekspor ke Eropa,” katanya.

Untuk memenuhi permintaan ekspor, kata Tati, berarti harus ada produksi yang terus-menerus dan stabil. Karena itu, dia bekerja sama dengan Lembaga Pemasyarakatan Salemba. Beberapa kali pelatihan digelar, dan ke depan, para narapidana narkoba di LP itu yang semuanya laki-laki juga akan memproduksi karya sulam.

Namun, misi utamanya tetap pada pemberdayaan perempuan. Selain mengelola yayasan kursus, KUB, dan usaha, Tati juga aktif di Yayasan Kanker Indonesia sebagai anggota Reach to Recovery. Tugasnya yaitu menyemangati para pengidap kanker yang telah menjalani operasi untuk terus melakukan berbagai tahapan penyembuhan.

Pengalaman bahwa dia bisa sembuh dan kembali beraktivitas digunakan untuk mendorong dan menyemangati pengidap kanker. Sembuh, penuh semangat, berkarya, dan produktif dengan sulam. (KOMPAS/Amanda Putri)


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com