Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/02/2014, 10:30 WIB

Kompas.com - Cinta pertama kerap diingat sebagai kisah kasih yang tak terlupakan... karena tak kesampaian. Namun, pasangan-pasangan ini membuktikan, cinta yang bersemi saat beranjak remaja pun bisa tetap lestari, mewujud dalam rumah tangga. Apa resep awet mereka?

Ibarat merek, ”Mbink-Yanti” sudah ada sejak 18 April 1976. Hari itu, Mbink pertama kali mengecup pipi Yanti di helicak seusai pesta pernikahan guru sekolah mereka. Saat itu, keduanya sama-sama murid SMP. Ciuman di pipi itu jadi deklarasi bahwa sejak hari itu mereka saling memiliki satu sama lain.

Mbink, sapaan akrab Priautama L Tobing (52), dan Patricia R Thomas (51), biasa dipanggil Yanti, masih ingat tiap detail kebersamaan mereka, bahkan sejak pertama bertemu, setahun sebelum saat ”jadian” di helicak itu. Kata Mbink, ”Pertama kenal Yanti, saya sempat berpikir, dia itu udah gendut, ketus lagi.”

Kesan pertama Yanti tentang Mbink, ”Dia orangnya heboh, jadi banyak yang senang sama dia. Kesan saya, dia tuh anak laki, kok, centil banget.”

Di kelas II SMP, mereka sama-sama bermain basket di sekolah, juga berlatih di klub basket yang sama. Mbink mencatat, ketertarikan kepada Yanti muncul pertama kali dalam perjalanan ke Bandung saat mewakili sekolah dalam kompetisi basket. Di kereta, Mbink tak sengaja menggumamkan lagu tak populer. Tak ia sangka, Yanti menyambung senandung itu dengan nyanyian bersyair lengkap. ”Saya sampai ternganga, kok, dia tahu lagu itu, ya!”

Ketertarikan kedua, ”Ternyata tulisan tangan Yanti bagus banget.”

Masih di ajang kompetisi basket antarsekolah itu, pada satu kesempatan, tak sengaja pandangan mata Mbink membentur tatapan Yanti. ”Sejak itu, kayak ada magnet, ke mana saja Yanti pergi, saya ngekor dia.”

Kisah cinta mereka pun berlanjut di SMA yang sama. Protes keras orangtua dan kakak-kakak Mbink soal ”anak kecil” pacaran tak jadi kendala. Yanti yang biasanya diantar sopir ke sekolah pun rela jalan kaki dan naik bus ke sekolah atau tempat latihan, asal bersama Mbink.

Tamat SMA, Yanti kuliah di Institut Pertanian Bogor, sedangkan Mbink di Universitas Indonesia. Kuliah Mbink tersendat karena ia lebih getol bermain dan melatih basket, juga bekerja. Dengan begitu, ia bisa menghidupi diri sendiri dan membeli motor untuk menyambangi Yanti ke Bogor.

Tahun 1986, keduanya menikah setelah 10 tahun pacaran. Kini, lebih dari 27 tahun menikah, cinta pasangan ini sudah teruji asam-manis kehidupan. Yanti merasa Mbinklah yang mendorong dirinya berkembang. Sebagai ibu tiga anak, Yanti mempunyai karier mapan, juga bisa menekuni hobi karena dukungan suami.

”Sejak kecil saya suka nyanyi, tetapi enggak berani tampil. Mbink yang dorong saya berlatih vokal, nyanyi, sampai kami bikin konser 25 tahun pernikahan. Dia juga yang dorong saya belajar renang, setir mobil, dan lain-lain,” kata Yanti.

Sebaliknya, di mata Mbink, tak pernah ada perempuan yang lebih baik dari Yanti. ”Saya menghormati kelembutan dan kepercayaannya. Dia lembut, tetapi prinsipnya kuat. Dulu, kami lama pacaran, tetapi enggak lewat batas karena dia ketat menjaga,” ujar Mbink.
Tanpa syarat

Pasangan lain, M Prana Kerisna Lesmana (32) dan Hani Mariani (32), Februari ini merayakan 10 tahun pernikahan. Sebelumnya, mereka memupuk cinta hampir sembilan tahun, sejak umur 13 tahun. Pasangan yang sama-sama penggemar film ini mengibaratkan cinta mereka seperti kisah Bella Swan dan Edward Cullen dalam saga Twilight, setia dan tanpa syarat.

Kisah mereka bermula dari kado cokelat rahasia—tanpa nama dan ucapan—dari Hani buat Prana pada hari Valentine, 14 Februari 1995. Uniknya meski tahu sama-sama suka, dua remaja yang bersekolah di SMP yang sama itu jarang ngobrol. ”Prana tuh pendiam banget, kaku, enggak bisa ngobrol. Bertolak belakang sama saya yang bawel. Tetapi saya suka, dia cool, sih,” kata Hani.

Keduanya tidak banyak melewatkan waktu di luar sekolah. Kebersamaan mereka juga lebih banyak dalam kegiatan, seperti Pramuka. Ketika Hani melanjutkan belajar di SMA, Prana belajar di sekolah menengah kejuruan teknik. Meski begitu, mereka sama-sama menjadi anggota pasukan pengibar bendera Kota Bekasi. ”Selain ketemu di kegiatan, pacaran lebih banyak lewat telepon, itu pun enggak berani menelepon dari rumah. Pakai wartel karena Bapak saya galak,” kata Hani.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com