Momen membahagiakan seperti kelulusan, kelahiran anak, atau pernikahan juga kerap diwarnai air mata haru. Menurut Jonathan Rottenberg, Ph.D, menangis di momen bahagia memang sudah lama menjadi penelitian para ahli ilmuwan.
"Para ilmuwan telah membuat peta untuk mengetahui apa yang terjadi dalam tubuh atau yang memicu otak memerintahkan tubuh mengeluarkan berbagai jenis air mata. Biasanya hal itu sangat terkait dengan perasaan kuat pada seseorang atau sesuatu," kata Rottenberg.
Ketika ada sesuatu yang mengusik rasa ikatan itu, air mata pun muncul. "Ini misalnya saat kita menangis tersedu-sedu di pemakaman atau menangis saat anak kita berhasil lulus dengan nilai baik," katanya.
Orang juga kerap menangis ketika merespon sesuatu yang indah atau bisa juga disebut sesuatu yang membuat "hati meleleh".
"Saat mengalami momen bahagia kita membiarkan pertahanan kita dijebol dan tempat terdalam di hati tersentuh. Menangis adalah sebuah pelepasan. Ada timbunan energi dalam setiap emosi kita," kata Stephen Sideroff, Psikolog dari Universitas California Los Angeles.
Menangis pada momen bahagia juga merupakan bagian dari evolusi karena mendatangkan manfaat sosial.
"Saat air mata turun, ini bisa mendorong orang lain memberikan dukungan atau pemecahan masalah. Menangis saat bahagia juga sedikit tercampur dengan emosi sedih," papar Rottenberg yang merupakan direktur di Laboratorium Mood dan Emosi Universitas South Florida ini.
Orangtua yang menangis haru menyaksikan kelulusan anaknya mungkin emosinya bercampur dengan rasa takut karena anaknya akan segera mandiri dan berpisah. Air mata yang keluar ketika menyaksikan pernikahan sahabat mungkin juga dipicu oleh kecemasan akan jalan hidup yang diambilnya.
Meski begitu, sebenarnya menangis dalam konteks positif atau saat momen bahagia cukup jarang. Kebanyakan orang menangis sebagai ekspresi emosi negatif yang mereka rasakan.