Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Balita yang Sering Nonton TV dan Kartun Sulit Konsentrasi

Kompas.com - 24/05/2014, 11:17 WIB
KOMPAS.com - Kebiasaan menonton televisi yang dilakukan pada usia dini membawa dampak buruk di kemudian hari terkait konsentrasi. Semakin dini usianya melakukan kebiasaan ini, anak semakin sulit konsentrasi kemudian hari. Pilihan tontonan seperti kartun juga punya dampak serupa.

Penelitian dari University of Washington, Seattle, Amerika Serikat menunjukkan pada anak usia balita, menonton televisi bisa memperbesar kemungkinan terjadinya masalah konsentrasi pada saat anak tersebut berusia tujuh tahun.

Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa setiap tambahan satu jam dari jumlah rata-rata menonton televisi setiap harinya, risiko terjadinya masalah konsentrasi pada saat anak berusia tujuh tahun bertambah hingga hampir 10 persen.

Ini berarti, anak usia balita yang menonton televisi sekitar delapan jam sehari mempunyai risiko mengalami masalah konsentrasi sekitar 80 persen lebih besar dibanding anak yang tidak pernah menonton televisi.

Menonton kartun
Penelitian dalam jurnal akademik Pediatrics mengenai serial salah satu film, menunjukkan menonton kartun yang berjalan cepat dapat merusak konsentrasi dan perilaku anak. Hasil beberapa pengujian menunjukkan bahwa anak-anak usia empat tahun yang menonton beberapa menit acara televisi populer itu kurang mampu memecahkan masalah.

Selain itu, dari penelitian itu juga ditemukan bahwa anak-anak yang menonton acara itu kurang bisa memfokuskan perhatian sesudahnya dibandingkan mereka yang melihat program yang kurang ingar-bingar atau hanya duduk menggambar.

"Ini mungkin karena karakter terus bergerak dari satu hal ke fantasi ekstrem berikutnya, dan di mana karakter melakukan hal-hal yang tidak masuk akal di dunia nyata. Hal ini dapat mengganggu kemampuan anak untuk berkonsentrasi segera sesudahnya. Kemungkinan lain adalah anak-anak mengidentifikasi karakter tanpa fokus dan ingar-bingar itu, kemudian mengadopsi karakteristik mereka," kata peneliti, Lillard.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com