Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bebaskan Anak Berekspresi Agar Tidak "Jago Kandang"

Kompas.com - 13/06/2014, 19:39 WIB
Syafrina Syaaf

Penulis


KOMPAS.com -
Jago kandang adalah gambaran untuk anak-anak yang mampu menampilkan keinginan atau perilaku baik saat di rumah. Namun, di luar rumah cenderung tidak bisa mengekspresikan dirinya, demikian menurut Agustina, M.Psi,psikolog dari Universitas Tarumanegara.

Ada dua hal yang bisa menjadi penyebab sikap jago kandang pada anak, yaitu faktor internal, di mana bawaan anak memang mudah beradaptasi, atau sebaliknya. Faktor kedua adalah faktor internal, di mana anak dipengaruhi oleh pola asuh orangtuanya, apakah demokratis atau otoriter. Dengan pola asuh demokratis, anak terbiasa diberi kesempatan mengeluarkan pendapatnya di rumah sehingga tidak mengalami kesulitan untuk beradaptasi.

Mudah untuk mengatakan bahwa jalan keluar yang harus diambil orangtua adalah dengan bersikap demokratis. Namun tentu saja, hal tersebut tak semudah membalik telapak tangan. “Tapi, paling tidak orangtua memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya. Kadang, kan, orangtua merasa buah hatinya masih kanak-kanak hingga terbiasa diatur dengan berbagai larangan.”

Padahal, tandas Tina, anak seharusnya diberikan kebebasan mengekspresikan diri, dimulai dari rumah. Tujuannya tak lain agar orangtua tahu saat anak mengalami kesulitan. Orangtua yang suka mengatur, tambahnya, akan berimbas pada anak yang terbiasa dengan aturan.

“Sehingga ketika berada di luar ada dua kemungkinan yang terjadi pada anak. Anak tidak bisa melakukan apa-apa tanpa instruksi atau justru jadi berbuat seenaknya karena terbebas dari aturan tersebut.”

Tak heran, banyak orangtua yang terkaget-kaget ketika anaknya didapati terlibat kasus seperti bullying atau konsumsi barang terlarang. “Jangan sampai menjadi orangtua yang terlalu sibuk berkutat dengan urusannya sendiri, hingga tidak menaruh perhatian pada perubahan yang terjadi pada anak.”

Tak Menghakimi
Anak yang terbiasa mengekspresikan diri , membuat orangtua bisa langsung menangkap sinyal jika buah hati mengalami masalah.

“Sayangnya, terkadang orangtua suka memberikan batasan pada anak hingga anak enggan berbicara dengan orangtuanya. Baru cerita sedikit saja, sudah disalahkan lalu dibentak. Padahal, anak ingin didengar dan dipahami dulu seluruh ceritanya. Dari cerita itulah orangtua akan tahu ada atau tidaknya perubahan yang terjadi pada anak.”

Maka Tina menyarankan, berikan tanggapan yang positif saat anak mulai bercerita. Anak tidak boleh dibentak, karena akan membuat anak merasa bersalah telah bercerita pada orangtuanya. Usahakan tidak memakai kata "kenapa" karena kesannya yang diceritakan anak salah di mata Anda. Melainkan, pakailah kalimat "ada apa" atau "bagaimana ceritanya".

"Sehingga, orangtua ditempatkan pada posisi yang tidak menghakimi anak,” katanya. Cara lain, saat anak berada di sekolah atau main bersama temannya, sesekali perhatikan pula kondisi atau caranya menyelesaikan masalah.

Pada akhirnya, saran Tina, hindari memberikan panggilan jelek kepada anak, seperti Si Sulung Jago Kandang, anak gendut, Si Hitam, atau julukan lainnya. “Apa pun istilah itu, bisa menganggu kepercayaan diri anak. Kesan negatif seakan sudah menempel pada dirinya,” kata Tina sambil mengatakan bahwa hingga remaja pun anak masih bisa bersikap jago kandang. (Noverita K. Waldan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com