KOMPAS.com – Pekerjaan Rumah (PR) sejatinya bertujuan agar anak semakin memahami dan mengerti akan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Namun, faktanya, tak sedikit anak-anak yang merasa stres menghadapi tumpukan PR dari guru mereka. Jadi, benarkah PR hanya buat anak jadi tertekan?
Menurut psikiater anak, Kresno Mulyadi, PR boleh saja diberikan pada siswa, bahkan PR sebenarnya baik untuk melatih tanggung jawab. Namun, asalkan, konstekstual dan masih berada di batas rasional anak.
"Ini artinya, PR tidak boleh melampaui standar kompetensi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ujarnya saat diwawancarai seusai acara peluncuran program "Aku Dokter Cilik" di Tangerang Selatan, Kamis (17/7/2014).
Jika standar yang ditetapkan untuk PR dari Kemendikbud adalah 20 soal, tapi guru memberikan 50 sampai 100 soal, ini baru namanya membebani siswa.
Saat ini, lanjut Kresno, memang banyak guru yang memberikan PR dengan kuantitas berlebihan. Itulah yang akhirnya membuat PR dianggap beban oleh anak-anak.
Menurut Kresno, bukan PR yang seharusnya menjadi konsentrasi guru dalam mendidik siswa, melainkan motivasi positif pada anak untuk belajar maksimal selama di sekolah.
Pasalnya, untuk meningkatkan minat anak terhadap pelajaran, seorang anak didik harus dapat menikmati proses belajar. Jadi, bukan hanya menghafal, tetapi juga memahami pelajaran yang diberikan. Dengan demikian, anak tak lagi menganggap belajar sebagai beban.
"Saat ini malah terbalik, kebanyakan anak ketika diajak nonton senang, tetapi jika diajak belajar malas. Seharusnya tidak seperti itu," kata dokter yang berpraktik di RS Omni Alam Sutera ini.