Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/05/2015, 12:09 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

KOMPAS.com - Pemicu dan tingkatan stres pada tiap orang tentunya berbeda-beda. Stres pada dasarnya bukanlah sebuah penyakit. Namun demikian, ketika keadaan stres terus meningkat, menurut psikolog remaja dan keluarga, Roslina Verauili, M.Psi., hal ini dapat menyebabkan gejala, sindrom, dan penyakit depresi, yang pada akhirnya memerlukan pengobatan psikologis.

Ditemui dalam acara peluncuran minuman teh terbaru Kiyora di restoran Hogetsu, Jakarta, Vera mengatakan bahwa wanita lebih cenderung berpotensi stres ketimbang pria. Hal ini disebabkan oleh banyaknya peran wanita yang dijalankan. Seperti saat bekerja sebagai wanita karier dan menjadi ibu untuk anak-anaknya, wanita merupakan jender yang lebih sering menyalurkan tekanan pada emosi. Untuk itu penting bagi Anda untuk menyadari, sejauh apa tingkatan stres yang Anda alami. 

Vera mengatakan, bahwa tubuh setiap wanita sebenarnya telah memberikan tanda alami mengenai tekanan yang berlebih dan menyebabkan stres. "Jika otot belakang bagian leher terasa kaku, bahu terasa meninggi tegang, dan kepala pusing, itu tandanya Anda sedang mengalami stres," ujar Vera. Ditambah, jika Anda cepat merasa lelah, emosi berlebih yang berdampak uring-uringan bahkan berefek negatif, kurang konsentrasi, dan menjadi apatis, hal tersebut juga menjadi ciri bahwa seseorang sedang mengalami stres. 

Mengatasi stres, Vera meyarankan gunakanlah metode yang konstruktif. "Jangan sampai Anda melakukan suatu hal yang bertujuan untuk menghilangkan stres, malah makin menambah stres," ujar Vera.

Ia memberi contoh, bahwa pelampiasan stres dengan cara mengonsumsi makanan, seringkali malah menambah pemikiran karena tanpa disadari bobot tubuh terus bertambah. "Cobalah untuk melakukan relaksasi. Banyak yang salah persepsi tentang relaksasi yang berarti harus mengunjungi gunung atau pantai. Padahal, duduk di meja kantor, diam sejenak, tak melakukan kegiatan yang analitikal sambil menarik nafas dalam-dalam sebenarnya sudah merupakan sebuah proses relaksasi," ujar Vera.

Ia juga menyarankan untuk mengonsumsi minuman teh, karena jenis minuman ini mampu memicu stimulasi yang mengandung gelombang alfa pada otak. Dimana gelombang tersebut dapat dihasilkan dari sebuah proses meditasi. "Menghirup aroma teh, juga dapat memberikan relaksasi tersendiri," ujar Vera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com