Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Orang Kaya Lebih Sulit Hadapi Perceraian Orangtua

Kompas.com - 04/05/2015, 15:32 WIB

KOMPAS.com –- Suhu perceraian dari waktu ke waktu pada pernikahan sejumlah pasangan ternyata terus meningkat. Sebagaimana pada tahun 1960 tingkat perceraian meningkat dan memuncak di tahun 1980, data ini diperoleh dari sensus pernikahan di Amerika Serikat.

Alhasil, citra sebagian besar keluarga AS menjadi pusat perhatian banyak peneliti. Para peneliti bertanya-tanya bagaimana seorang anak yang merupakan bagian penting dalam keluarga menghadapi perubahan drastis seperti perceraian orangtua.

Menurut penelitian, anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi standar ditemukan lebih kuat dan tangguh dalam menerima serta menghadapi perceraian orangtua. Apakah benar demikian?

Penelitian yang dihelat oleh peneliti dari Georgetown University dan University of Chicago ini mengatakan bahwa perceraian orangtua hanya berdampak besar pada anak dari keluarga dengan kondisi ekonomi mapan atau kaya raya. Sementara itu,  anak dari keluarga kelas menengah dan menengah ke bawah tidak mengalami dampak negatif yang signifikan.

Hasil riset ini terangkum dalam National Longitudinal Survey of Youth (NLSY). Selain itu, hasil riset tersebut di atas telah dilaporkan pada Badan Statistik di Amerika Serikat (Bureau of Labor Statistic) sejak tahun 1979. Tujuannya adalah untuk meneliti bagaimana reaksi seorang anak yang terkena dampak dari perceraian orangtua ataupun perubahan struktur keluarga lainnya.

Sebanyak 4.000 anak diteliti oleh NLSY dan terus dipantau perkembangan mereka masing-masing. Selain itu, orangtua mereka, terutama pihak ibu, turut diteliti untuk mendapatkan hasil riset yang tepercaya.

Pada tahun 1979, diketahui usia dari ibu dari responden anak rata-rata berumur 14 hingga 19 tahun. Pada tahun 1986, peneliti mulai memperhatikan perkembangan anak-anak tersebut.

Melalui metode wawancara, para peneliti mendapatkan data primer dari para ibu tentang seberapa jauh anak mereka tumbuh dan bagaimana mereka memperhatikan anak mereka, mulai dari kesehatan, struktur keluarga, penghasilan individu, dan tingkat perkembangan emosi yang anak mereka miliki.

Selanjutnya, berdasarkan data longitudinal yang ada, para peneliti mendapatkan kesimpulan yang nyata tentang berbagai macam sifat dari anak-anak yang diteliti. Anak-anak ini diteliti sejak mereka lahir hingga mereka berumur 12 tahun. Namun, para peneliti terus mengumpulkan data dari tahun 1986 hingga tahun 2008.

Rebecca M Ryan, ketua penelitian dan asisten profesor ilmu psikologi, Georgetown University, menyatakan, “Kita membagi sampel yang ada menjadi tiga bagian. Tingkatan dibagi menjadi kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Kenyataan perceraian yang terjadi hanya memengaruhi anak yang berasal dari keluarga yang kaya raya atau mapan.”

Ryan dan para tim penelitinya memberikan hipotesis terkait pernyataan bahwa anak dari keluarga mapan lebih sulit menghadapi perceraian.

Alasan pertama adalah karena seorang ayah dari keluarga yang mapan merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab pada kehidupan finansial keluarga. Jadi, ketika sang ayah bercerai, maka sang anak yang ditinggalkan terpaksa menghadapi perubahan pada pola dan gaya hidup. Entah itu pindah sekolah atau pindah ke lingkungan yang tidak sebaik lingkungan sebelumnya.

Kemudian, alasan kedua, anak dari keluarga mapan yang orangtuanya bercerai cenderung akan mengalami perubahan sifat dan melampiaskan emosi mereka pada hal-hal tertentu. Entah mereka bisa menjadi pendiam ataupun mencari perhatian yang ekstrem. Sebut saja menjadi seorang bully di sekolah, anak nakal yang selalu melanggar aturan, ataupun menjadi seorang pendendam.

Pada kesimpulan akhir, Ryan berkata, sampel yang diambil berasal dari 4.000 keluarga tidak selalu sama dengan keluarga lainnya. Sebab, setiap keluarga memiliki keunikan masing-masing, begitu juga setiap orangtua memiliki cara tersendiri untuk menangani anak mereka agar tidak terkena dampak dari kesalahan yang mereka lakukan. (Grego Andhika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com