Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Terbaru Larang Orangtua Bicara Berat Badan dengan Anak

Kompas.com - 18/06/2016, 09:04 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber The Cut

KOMPAS.COM -- Orangtua selalu ingin putra dan putri mereka menjadi yang terbaik. Tidak hanya di bidang edukasi dan sosial tapi juga secara fisik. Terutama di era modern ketika obesitas berdiri di ujung mata dan mengancam kesehatan anak-anak.

Namun, ternyata berat badan adalah topik yang dilarang untuk dibicarakan dengan anak.

Padahal, di Indonesia, hal ini sangat lazim dibicarakan. Bahkan di acara keluarga kalimat “tambah gendut, ya?” sudah terlalu sering digunakan seperti sapaan.

Menurut studi yang dipublikasikan dalam jurnal Eating and Weight Disorders, orangtua yang sering berbicara mengenai ukuran tubuh dan berat badan lebih sering memiliki anak-anak yang tumbuh dan mengalami kelainan cara makan atau kebiasaan makan yang tidak sehat.

Mempelajari 500 wanita di usia 20 hingga 25, para peneliti bertanya apakah orangtua mereka sering berkomentar mengenai berat badan mereka.

Ternyata, walaupun saat kecil mereka mengalami obesitas atau tidak, wanita yang memiliki orangtua demikian percaya bahwa mereka harus menurunkan berat badan, meski mereka sedang memiliki berat badan yang pas atau normal.

Hal ini disebabkan karena komentar orangtua memiliki pengaruh yang dapat melukai seumur hidup, ujar penulis utama studi ini, Dr. Bian Wasink, kepada New York Times.

Walaupun belum tentu negatif, fokus terhadap berat bedan atau ukuran tubuh seseorang, baik anak tersebut ataupun orang asing, dapat menjadi nilai yang signifikan. Nilai ini kemudian di internalisasikan dan disimpan seumur hidup hingga anak tersebut tumbuh.

Lebih mengerikannya lagi, hanya satu percakapan mengenai berat badan yang dibutuhkan untuk menyebabkan kebiasaan makan yang tidak sehat seumur hidup.

“Kita bertanya pada para wanita untuk mengingat seberapa sering orangtua mereka berkomentar demikian. Namun, ternyata jika mereka mengingat bahwa hal tersebut pernah terjadi, hal itu memiliki pengaruh yang sama buruknya dengan terjadi secara terus-menerus,” ungkap Dr. Wansink.

“Beberapa komentar sama saja dengan berkomentar setiap saat. Hal ini memiliki impresi yang mendalam,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber The Cut
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com