Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Ungkap Pandangan Etika Kantor terhadap Air Mata Wanita

Kompas.com - 29/11/2016, 17:09 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Sekitar dua tahun yang lalu, Huffington Post mengadakan wawancara dengan 15 wanita berpengaruh mengenai pandangan mereka terhadap wanita yang menangis di kantor.

Hasilnya sangat memprihatinkan, mayoritas dari mereka memiliki pendapat negatif mengenai hal ini. Bahkan, mantan CEO GirlScouts Frances Hesselbin menekankan bahwa air mata adanya di rumah, bukan di kantor.

Pandangan ini ternyata tidak eksklusif dipegang oleh kelima belas wanita tersebut

Sebuah survei terbaru yang digarap oleh Anne Kreamer, penulis It’s Always Personal: Navigating Emotion in the New Workplace, menemukan bahwa dalam setahun terakhir, 41 persen wanita dan sembilan persen pria mengaku pernah menangis di kantor.

Angka yang berbeda jauh ini juga semakin menunjukkan betapa besarnya dampak yang harus ditanggung wanita karena lebih sering menangis di kantor.

Padahal, lebih mudahnya wanita untuk menangis ini disebabkan oleh beberapa faktor fisik dan psikis seperti hormon prolactin yang meningkatkan produksi air mata, daya tampung kelenjar air mata yang lebih kecil, hingga cara wanita bereaksi terhadap ketidakadilan yang dilihatnya.

Menurut Aprajita Mohanty, asisten dosen psikologi di Stony Brook University , wanita lebih sering menginternalisasikan emosinya atau mengarahkannya ke dalam, sementara pria mengeksternalisasikannya atau menunjukkannya keluar.

“Mereka (wanita) mulai menangis, sementara pria biasanya bereaksi dengan kemarahan dan mengumpat,” ujar Ad Vingerhoets, seorang psikolog di Tilburg University dan pakar tangisan ternama.

Sayangnya, reaksi ini berakibat buruk kepada wanita yang kemudian dianggap cengeng.

Kimberly Elsbach, dosen manajemen di University of California, merekrut 65 orang dari konferensi Women in Business dan menanyakan pendapat mereka mengenai menangis di kantor.

Dia menemukan bahwa karyawan yang pernah menangis dievaluasi secara negatif dan tidak mampu menghadapi tekanan pekerjaan oleh atasan dan perusahaan. Karyawan tersebut juga dianggap manipulatif.

“Mereka yang menangis bilang bahwa mereka tidak bisa mengontrolnya, tetapi bagi yang melihat, tangisan tersebut tampak disengaja untuk menarik bantuan dari orang lain,” jelas Elsbach.

Selain itu, Elsbach juga mencatat perbedaan pandangan etika kantor ketika menangis dilakukan oleh kedua jender yang berbeda.

Air mata wanita dianggap sebagai konfirmasi bahwa wanita adalah mahluk yang emosional dan tidak bisa mengontrol diri. Sementara itu, pria yang secara tradisional dianggap lebih kuat dan tidak mudah emosi dipandang positif dan lebih manusiawi ketika menangis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com