Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tetap Akur Meski Usia Berdekatan

Kompas.com - 06/05/2008, 14:59 WIB

Banyak orang tua percaya, jarak usia kakak-adik yang terlalu berdekatan, membuat mereka kerap bertengkar. Padahal, kuncinya tetap pada cara orang tua memperlakukan mereka.

Apa sebenarnya yang memicu perselisihan di antara kakak-adik dengan usia berdekatan? Menurut pakar psikologi perkembangan anak, Elizabeth Hurlock, penyebab utamanya adalah cara orang tua memperlakukan si kakak dan si adik yang cenderung sama.

Sementara di sisi lain, orang tua tetap berharap, si kakak menjadi contoh yang baik bagi adiknya. Sebaliknya, si adik diharapkan meniru sang kakak dan mematuhinya.

Dalam diri anak sendiri, jelas Drs. Monty P. Satiadarma, MS/AT,MCP/MFCC dari Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara, ada perasaan bahwa mereka sama karena perbedaan fisik antara mereka tak terlalu jauh. Si kakak merasa tak perlu mengalah pada adiknya. Ia beranggapan, toh, adik sama besar dengan dirinya. Si adik pun merasa, "Ah, saya, kan, sama dengan kakak. Jadi, kenapa harus berlaku seperti seorang adik?" Akibatnya, "Mereka saling bersaing dengan ketat."

Menurut Monty, tak ada yang perlu dikhawatirkan oleh orang tua selama persaingan kakak dan adik berlangsung sehat. Sehat tidaknya persaingan, lagi-lagi kembali pada peran orang tua. "Persaingan sehat sudah harus dikembangkan orang tua sejak dini. Jangan sampai yang terjadi malah saling iri satu sama lain."

Rasa iri, bisa muncul jika orang tua "hobi" membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya. Kala memarahi si kakak, misalnya, jangan sekali-sekali mengatakan, "Kenapa, sih, kamu susah sekali kalau disuruh sikat gigi. Tidak seperti adik. Dia selalu menurut." Lebih baik katakan, "Lihat, deh, adikmu giginya jadi bersih karena ia rajin sikat gigi. Kakak juga bisa, kok, punya gigi yang bersih bila mau sikat gigi."

Lewat cara ini, akan tumbuh keinginan anak untuk "melebihi" saudaranya tanpa harus "menjatuhkan" si saudara. Soalnya, terang Dekan Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara ini, "Mereka bersaing untuk menunjukkan kelebihan atau prestasi."

Jangan pernah pula menciptakan citra pada salah satu anak bahwa ayah atau ibu tak sayang lagi padanya. "Bukan berarti orang tua tak boleh marah pada kakak atau adik. Yang penting, jangan pernah beri kesan padanya, kita marah karena lebih sayang pada kakak/adiknya."

PAHAMI POSISI

Ingatlah, si sulung yang masih usia balita tetap seorang anak kecil, kendati "predikat"nya kakak. Tak realistis kalau orang tua mengharapkan si kakak bersikap sebagai 'orang dewasa'. Buat si anak sendiri, akan jadi beban berat jika ia harus berperan sebagaimana layaknya seorang kakak.

Monty mengingatkan, jangan menuntut si kakak untuk selalu mengalah dengan alasan ia jauh lebih besar. Ataupun menuntutnya selalu bersikap "baik dan benar" agar dicontoh si adik. "Soalnya bisa terjadi, si kakak akan menyesali kelahiran adiknya yang sudah menjauhkan ia dari limpahan kasih sayang orang tua," tuturnya.

Sebaliknya, tak perlu berlebihan memanjakan sang adik dengan anggapan ia masih kecil. Ia tetap harus diajarkan apa yang boleh dan tidak, mana yang benar dan salah. Jangan mentang-mentang ia lebih kecil maka ia boleh seenaknya merebut mainan si kakak, misalnya. Atau, karena ia lebih kecil, maka dialah yang harus didahulukan sementara si kakak mendapatkan "sisa"nya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com