Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syiar Busana Muslimah Feny Mustafa

Kompas.com - 05/09/2008, 13:40 WIB

Busana muslimah modern pada sekitar dua dekade lalu belum semeriah seperti hari ini. Hajah Zulfaeny Mustafa lewat merek Shafira merupakan salah seorang yang ikut merintis usaha busana muslimah. Produksi yang dimulai sejak 1989 di tempat kos di Bandung itu pada bulan Ramadhan ini menembus Malaysia.

Dulu perempuan berbusana muslimah dibilang kampungan. Waktu itu orang kota memakai busana muslimah terasa aneh karena yang umumnya pakai itu ibu haji atau perempuan di pesantren, kata Feny, panggilannya, mengenang masa awal 1980-an.

Saat itu Feny aktif di kegiatan kerohanian di Masjid Salman di Kompleks Kampus Institut Teknologi Bandung. Ia adalah mahasiswi Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Dari pergaulan, diskusi intensif anggota komunitas Masjid Salman itu timbul gagasan untuk mengenakan busana muslimah. Para mentor aktivis, termasuk mahasiswa ITB, mendorong mereka memikirkan desain busana muslimah yang menarik.

”Waktu itu kami masih muda. Kami antusias tampil trendy, presentable. Kalau kami pakai busana muslim tradisional dengan baju kurung dan sarung gaya Melayu atau baju Timur Tengah, dibilang kuno atau ninja he-he-he,” katanya.

Di kalangan kaum muda aktivis kegiatan Masjid Salman lalu timbul semangat untuk menyiarkan busana muslimah agar dihargai masyarakat. Mereka menggagas untuk membuat busana muslimah yang sesuai dengan kebutuhan kaum muda. ”Kami duduk bersama memikirkan busana seperti yang dituntut syariat, tapi disesuaikan dengan gejolak kaum muda.” katanya

Nyaman dan modis

Lewat berbagai pertemuan, lahirlah konsep busana muslimah modern. Konsep yang digagas Feny dan kawan-kawannya itu tetap berdasarkan pada pakaian seperti disebut dalam syariat Islam, yakni menutup aurat. Namun, unsur modis menjadi pertimbangan. ”Cirinya adalah simple, wearable, fashionable—sederhana, nyaman dipakai, dan modis,” katanya.

Gagasan itu diwujudkan lewat usaha yang dirintis Feny pada 1989. Saat memulai usaha, ia tak mempunyai keterampilan dalam pembuatan baju, termasuk soal perancangan. Baru pada tahun kedua ia belajar desain di sekolah Susan Budiharjo. Niatnya saat itu menyiarkan busana muslimah agar dihargai masyarakat.

Ia memulai dengan tiga mesin jahit bekas di rumah kos di kawasan Plesiran, Dago Bawah, Bandung. Usaha itu dibantu teman-teman sesama aktivis. Ada yang membantu pinjaman mesin jahit, ada yang membantu kerja paruh waktu. ”Tapi, lebih banyak yang bantu doa,” katanya.

Ketika produksi mulai stabil, Feny memajang hasil usahanya dengan menyewa ruang di sebuah gedung yang dikelola Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa Bandung di Jalan Juanda, Dago, Bandung. Melihat laju usaha yang prospektif, ia terpikir menjadikan usaha ini sebagai badan hukum. Jadilah PT Shafira Laras Persada. Usaha awal itu tak mudah. Peragaan busana muslimah yang digelar Shafira dicemooh masyarakat.

”Awal 1990-an kami ikut fashion show di Yogyakarta dan disorakin. Busana muslimah kok di-fashion show-kan,” katanya menirukan komentar sebagian orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com