Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenai Perjanjian Pra Nikah

Kompas.com - 01/04/2009, 13:24 WIB

Jika Anda sering mendengarkan berita gosip, sering terdengar suatu tren di kalangan selebritis Hollywood tentang dilakukannya perjanjian pra nikah, atau disebut juga pre nuptial agreement. Hal ini dibuat untuk melindungi harta milik masing-masing mempelai. Perlukah perjanjian ini dibuat? Bukankah ini justru menodai kepercayaan dalam pernikahan? Berikut adalah penjabaran dari T. Estu Indrajaya (Estu & Company, Advocates & Solicitors, Patent & Trademark Attorneys) mengenai perjanjian pra nikah.

Perjanjian pra nikah adalah perjanjian antara kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan di hadapan notaris. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur mengenai perjanjian pra nikah. Pasal 29 menyebutkan:
1.    Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
2.    Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
3.    Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
4.    Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Di Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa dalam perjanjian pra nikah dalam pasal ini tak termasuk taklik-talak. Secara awam dan garis besar, perjanjian pra nikah dapat digolongkan menjadi 2 macam, yakni Perjanjian Pemisahan Harta Murni dan Perjanjian Harta Bawaan.

Untuk Perjanjian Harta Murni, dalam artian benar-benar memisahkan seluruh jenis harta kedua belah pihak selama perkawinan berlangsung, termasuk penghasilan yang didapat, utang dan segala macam harta, baik yang didapat sebelum pernikahan maupun yang didapat setelah pernikahan. Kemudian mengenai pengeluaran-pengeluaran rutin keluarga (uang belanja keluarga, pendidikan anak, asuransi, dan lain-lain) selama dalam tali pernikahan biasanya ditanggung secara keseluruhan oleh suami. Namun tidak mutlak, tergantung kesepakatan kedua pihak.

Kemudian, Perjanjian Harta Bawaan dalam perjanjian ini yang menjadi objek perjanjian hanyalah harta benda bawaan milik para pihak sebelum terikat tali perkawinan. Sedangkan harta yang nantinya didapat setelah terjadinya pernikahan menjadi harga bersama (harta gono-gini) dan pengeluaran rutin keluarga dibicarakan bersama.

Namun, seiring berkembangnya zaman dan emansipasi kaum wanita dewasa ini, maka tidak menutup kemungkinan perjanjian pra nikah tersebut tidak memuat mengenai harta benda, melainkan mengenai hal-hal lain yang dirasa lebih perlu contohnya proteksi diri oleh pihak istri terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Perjanjian pra nikah memang masih belum ’populer’ di kalangan masyarakat Indonesia, malah dianggap tabu dan negatif. Karena hal ini masih dianggap ’pamali’ karena memikirkan perceraian terlebih dulu sebelum menikah.

Namun demikian, perjanjian pra nikah mempunyai cukup manfaat, antara lain:
1.    Dapat menimbulkan sikap saling terbuka antar pasangan dalam hal keuangan. Masing-masing pihak dapat mengekspresikan kemauannya dalam perjanjian ini.

2.    Menghindari sifat boros salah satu pasangan. Dalam hal salah satu pasangan mempunyai indikasi boros, maka dengan adanya perjanjian ini dapat menyelamatkan rumah tangga perkawinan mereka nantinya. Dengan adanya perjanjian ini, maka pihak yang boros harus menaati semua aturan-aturan yang sudah disepakati dalam perjanjian pra-nikah.

3.    Menghindari dari maksud buruk salah satu pasangan. Seringkali pernikahan menjadi suatu sarana untuk memperoleh keuntungan atau kekayaan dari pihak lain. Menikah kemudian mengajukan gugatan cerai untuk mendapatkan harta gono gini. Dengan adanya perjanjian pra nikah ini maka akan melindungi harta benda dari rebutan pihak lain.

4.    Melindungi salah satu pihak dari tindakan hukum. Apabila salah satu pihak mengajukan kredit (misalnya kredit rumah) biasanya akan dilakukan penandatanganan perjanjian kredit oleh suami-istri sehingga utang kredit tersebut ditanggung bersama. Namun, dengan adanya perjanjian ini, maka yang mengajukan kredit bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan bukan menjadi utang bersama.

5.    Bagi perempuan WNI yang menikah dengan lelaki WNA, sebaiknya mereka memiliki perjanjian pra nikah, untuk memproteksi diri mereka sendiri, karena kalau tidak, maka perempuan WNI tersebut tidak akan bisa membeli tanah dan rumah atas namanya sendiri. Selain dari pada itu, perjanjian ini dapat pula memuat mengenai kewarganegaraan anak yang nantinya dilahirkan dari perkawinan campuran, bahwa anak yang nantinya dilahirkan akan mengikuti kewarganegaraan ibu dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya pekerjaan ibu yang berlokasi di Indonesia.

Perjanjian semacam ini terbuat untuk melindungi pihak-pihak tertentu dari adanya kemungkinan-kemungkinan buruk dan dibuat setelah banyaknya kejadian-kejadian. Nah, setelah penjabaran dari Estu Indrajaya tersebut, tergantung dari Anda kembali bagaimana menyikapi perjanjian pra nikah ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com