Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nikah Siri: Motifnya Uang dan Rayuan

Kompas.com - 16/02/2010, 13:42 WIB

KOMPAS.com - Pernikahan di bawah tangan atau banyak dipahami orang sebagai nikah siri menjadi wacana dalam pembahasan rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan. Pembahasan RUU ini terkait dengan Program Legislasi Nasional 2010 yang diinisiasi pemerintah. Dalam RUU disebutkan bahwa pelaku pernikahan siri akan dikenai sanksi hukuman pidana.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mengenal nikah siri atau nikah kontrak, namun lebih menyebutnya sebagai pernikahan di bawah tangan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Menurut MUI, penikahan ini bisa menjadi haram apabila menimbulkan korban. Sedangkan Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menyetujui adanya sanksi bagi
pelaku pernikahan siri, tetapi bentuknya hukuman perdata bukan pidana.

Terkait kepastian hukum tentang pernikahan siri, faktanya ikatan pernikahan tanpa legalitas ini lebih banyak merugikan pihak istri dan anak. Banyak kasus yang membuktikan dampak buruk pernikahan siri dan kontrak, seperti ketidakpastian hak, pengabaian, atau bahkan penelantaran.

EL, seorang pemerhati masalah perempuan, mengatakan perempuan cenderung disepelekan, dan lelaki bertindak semaunya terhadap perempuan yang dinikahinya tanpa catatan legalitas. Kekerasan fisik dan seksual kemudian menjadi dampak yang paling sering terjadi dari pernikahan siri.

Motifnya bisa beragam. EL menjelaskan tiga faktor yang seringkali melandasi pernikahan siri. Uang, daya tarik fisik, dan rayuan. Dan, tak hanya perempuan lugu yang kurang akses informasi yang menjadi korban.

Perempuan berpendidikan dengan pengetahuan cukup pun bisa terpedaya, terutama karena faktor uang, kemapanan yang akarnya kembali kepada keinginan untuk hidup nyaman dan mewah.  Sementara alasan lelaki menikahi siri pasangannya lebih banyak karena ketidakpuasan dari istri sahnya. Ketidakpuasan itu umumnya terkait dengan fisik istrinya dan juga seksual.

Dalam pernikahan siri, baik perempuan (yang cenderung sebagai korban) maupun lelaki menyadari tindakan mereka dan sebagian tahu benar resikonya. Meski begitu, EL mengatakan, perempuan yang sadar resiko nikah siri akhirnya tak tahan dengan kondisinya. Kemudian mereka melarikan diri dari situasi tersebut. Bagi korban perempuan lain yang tertipu oleh si lelaki (seringkali lelaki mengaku lajang sebelum mengajak nikah siri), pengacuhan, penelantaran, dan kekerasan kemudian menjadi dampak negatif dari nikah siri.

"Kebanyakan perempuan yang tertipu dengan pernikahan siri akan kesulitan mencari pasangan yang menelantarkannya, karena tidak pernah ada informasi yang pasti tentang identitasnya. Korban yang sedang hamil dari pernikahan siri juga mengalami kekerasan fisik. Dampak seperti ini terjadi setelah pernikahan dengan lama waktu yang tak tentu, dan korban semakin menemukan kejanggalan dalam hubungan mereka. Akhirnya perempuan ditinggalkan atau meninggalkan lelakinya karena sudah tak tahan dengan kondisinya," papar EL kepada Kompas Female.

Istri dari pernikahan siri cenderung lebih dijadikan pelampiasan sang suami dari problematika kehidupan kesehariannya. Kekerasan fisik paling sering didapatkan korban, di luar pemenuhan kebutuhan lain atas permintaan dari suami. Kondisi perempuan yang menikah siri cenderung mengikuti keinginan pasangan lantaran motif awal pernikahan mereka, kata EL.

Perempuan dihadapkan dengan berbagai resiko dan kebanyakan menjadi korban pernikahan siri. Pemahaman yang mendalam tentang hak perempuan, perubahan mindset tentang hidup dalam kemewahan, serta kultur yang menempatkan perempuan pada posisi subordinan seperti menuruti kata orang lain dan kebergantungan terhadap pasangan, menjadi sebagian akar masalahnya.

Tidak adil jika kemudian dampak negatif dari pernikahan siri digeneralisasi terjadi kepada semua pelakunya. Namun kasus yang terjadi membuktikan bahwa perempuan cenderung mengalami ketidakadilan. Lebih lagi tak adanya ikatan hukum yang bisa menjadi alat untuk mengadukan dan menyelesaikan kasus di meja hijau.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com