Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nikah Siri: Perempuan Lebih Banyak Rugi

Kompas.com - 16/02/2010, 17:53 WIB

KOMPAS.com - Kementrian Agama menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Peradilan Agama Tentang Perkawinan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang di dalamnya mengatur nikah siri, poligami, dan kawin kontrak. Pelaku nikah siri akan dikenakan sanksi berupa ancaman pidana 3 bulan dan denda maksimal 5 juta.

Sanksi pidana ini mendatangkan respons dari berbagai pihak. Majelis Ulama Indonesia menyepakati sanksi pidana, sedangkan Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menyetujui adanya sanksi bagi pelaku pernikahan siri, tetapi bentuknya hukuman perdata. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) belum memberikan rumusan resmi terkait dengan sanksi hukum ini.

Namun menurut Komisioner Komnas Perempuan Neng Dara, lembaga independen ini sudah melakukan kajian tentang pentingnya pencatatan pernikahan sejak 2007. Banyaknya pihak yang dirugikan dari perkawinan tidak tercatat atau tanpa legalisasi menjadi latar belakang kajian ini.

"Perempuan dan anak adalah pihak yang menjadi korban dari pernikahan yang tidak tercatat menurut aturan hukum. Pencatatan pernikahan punya banyak manfaat, karena adanya bukti tertulis jika bicara Undang-undang negara dan hak warga negara. Namun tidak semua warga negara memiliki tanggung jawab. Jika pernikahan tidak tercatat, kemudian suami meninggalkan istri, pihak perempuan yang ingin menuntut nafkah anak atau kewajiban lain dari suami akan mengalami kesulitan karena tidak bisa dibuktikan tanpa catatan pernikahan," papar Neng Dara kepada Kompas Female.

Dengan pernikahan siri, posisi perempuan semakin tersudut. Jika pada perjalanannya, pernikahan mengalami masalah atau terjadi KDRT dengan kebanyakan perempuan sebagai korban, akan sulit untuk mengajukan tuntutan. Jika terjadi pengabaian terhadap istri dan anak, pihak perempuan juga tidak memiliki bukti kuat lantaran pernikahan tidak dicatatkan.

"Jika terjadi hal yang 'kurang beres' dalam pernikahan siri, perempuan sebagai korban bisa melaporkan, namun tak bisa menuntut apa pun karena tidak ada bukti pernikahan," lanjut Neng Dara.

Neng Dara menegaskan, persoalan pencatatan harusnya menjadi bentuk tanggungjawab negara terhadap warganya. Pernikahan di bawah tangan tanpa pencatatan juga disebabkan faktor biaya administrasi yang bagi sebagian orang dirasa membebani.

Kajian Komnas Perempuan menemukan banyaknya pernikahan yang tidak tercatat terkendala biaya, ini penyebab utama. Faktor lain adalah upaya manipulasi dari pelaku yang kebanyakan berpoligami untuk menyembunyikan statusnya sebagai pria beristri sah.

Perempuan harus lebih menyadari haknya untuk mendapatkan akte nikah begitu ada kesepakatan pernikahan. Lantas, menurut Neng Dara, negara juga memiliki tanggungjawab dengan memberikan pelayanan gratis untuk pencatatan pernikahan atau minimal meringankan biayanya.

"Dari laporan mitra Komnas Perempuan, banyak kasus pengabaian keluarga dari pernikahan yang tidak memiliki legalitas lantaran kepala keluarga tak mampu menebus surat nikah. Tumpukan surat nikah yang belum ditebuskan menumpuk di KUA," jelasnya.

Jika secara hukum agama, pernikahan sah sesuai rukun dan syarat, perempuan juga perlu memahami perlunya ada perlindungan negara dengan legalitas tertulis. Sanksi hukum atas pelaku nikah siri dalam RUU tersebut, dianggap satu langkah maju untuk melindungi hak perempuan. Meski begitu, menurut Neng Dara, perlu juga untuk lebih detail mencermati pasal-pasal lain dalam keseluruhan RUU tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com