Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sayang, Kita Kapan Nikahnya?"

Kompas.com - 22/02/2010, 12:50 WIB

KOMPAS.com- Bertahun-tahun menjalin hubungan cinta tanpa kejelasan arah memang bisa bikin siapa saja jadi senewen. Hanya saja, bagaimana cara yang tepat untuk mengajak si dia melangkah ke pelaminan? Efektifkan strategi memberikan deadline dan ultimatum agar dia lekas-lekas menentukan sikap?

Jangan Ragu Mencari Kepastian
Menginjak usia tertentu, sebenarnya setiap orang sudah bisa mengetahui, atau paling tidak bisa mengira-ngira tentang apa yang hendak dicarinya ketika menjalin hubungan. Menurut Roslina Verauli, psikolog dari RS Pondok Indah Jakarta, pada umur sekitar 20 tahunan, rata-rata perempuan sudah mencari kekasih untuk dijadikan calon pendamping hidup.

"Untuk masalah pernikahan, perempuan memiliki patokan berupa 'biological clock' dan '
sociological clock'," ujar Roslina yang akrab dipanggil Vera. Yang pertama adalah kondisi tubuh secara biologis, yang akan memengaruhi kemungkinan perempuan tersebut untuk memiliki keturunan. Yang kedua adalah batas usia tertentu yang menurut pandangan masyarakat sudah mencapai kesiapan umur untuk menikah.

Menurut Vera, jika memang Anda sudah lelah melakukan petualangan cinta dan merasa sudah waktunya menemukan pendamping hidup, maka tak perlu menunggu lama untuk menjajaki ke mana sebenarnya hubungan cinta Anda akan mengarah, "Ajak pasangan berdiskusi mengenai masa depan hubungan. Jangan ragu, karena ini semata-mata adalah demi kebaikan diri Anda dan dia. Setiap orang berhak memilih yang terbaik dalam hidupnya, bukan?" Vera meyakinkan.

It's Complicated = Bermasalah dengan Komitmen
Sebagai langkah awal, Anda bisa terlebih dulu menakar kesiapan pasangan dengan mengajaknya berdiskusi tentang masa depannya sendiri. "Tanyakan apa yang ada dalam rencananya dalam waktu beberapa tahun ke depan. Jika dia hanya berbicara tentang karier atau kehidupan pribadi tanpa mengungkit keinginannya untuk berkeluarga, maka besar kemungkinan ia memang belum ingin menikah. Terlebih apabila ia sering terlihat gugup atau mengalihkan topik obrolan yang mengarah pada pernikahan," ujar Vera.

Jika Anda memang berniat membawa hubungan ke tahap serius, katakan saja terus terang kepadanya. Secara baik-baik, tanyakan penyebab dia enggan menikah." Jangan percaya alasan 'belum mapan' atau 'ada masalah keluarga'. Boleh jadi alasan sebenarnya adalah karena dia merasa Anda bukan perempuan yang cocok, dia punya perempuan idaman lain, atau karena kekasih Anda mengidap sindrom peter pan complex, yang membuatnya menghindari tanggung jawab dan ingin selamanya bebas dari kewajiban," kata Vera.

Yang harus dilakukan selanjutnya adalah bertanya kepada diri sendiri, apakah Anda bersedia terus menjalani hubungan yang tidak mengarah ke mana-mana, alias hubungan berstatus "it's complicated", seperti status dalam situs Facebook? Pasalnya, menurut Vera, sebenarnya suatu hubungan cinta yang sehat tidak akan pernah berkembang menjadi hubungan yang rumit atau complicated, apabila salah satu pihak tidak memiliki masalah dalam berkomitmen dengan pasangannya.

Lebih Efektif Mengultimatum Diri Sendiri
Lantas, bolehkah memberikan ultimatum kepada pasangan yang masih memiliki pendirian tidak tetap soal pernikahan? "Sebenarnya, berdiskusi itu lebih efektif ketimbang memberikan ultimatum. Pasalnya, dengan berdiskusi, Anda bisa mencari tahu akar permasalahan yang membuat si dia enggan menikah. Lagipula, bukankah akan lebih afdol apabila sebuah komitmen dilandasi oleh niat baik dari kedua belah pihak, ketimbang didasari sebuah paksaan?" kata Vera.

Namun, apabila diskusi dengannya tak kunjung sampai pada titik yang Anda harapkan, maka sah-sah saja memberikan ultimatum kepadanya. Misal, "Kalau kamu tidak berniat menikahi saya, lebih baik kita putus saja," jika ia minta waktu untuk berpikir, maka berikanlah tenggat waktu yang kira-kira cukup baginya. Bersikaplah tegas untuk melaksanakan konsekuensi yang Anda katakan apabila tenggat waktu itu usai dan dia masih belum juga menentukan sikap. Artinya, menyudahi hubungan Anda dengannya.

"Ketegasan sikap tersebut menentukan nilai diri Anda di hadapan pasangan dan seberapa besar Anda menghargai diri sendiri. Apabila Anda sampai berulang kali memberikan ultimatum dan berulang kali pula tidak menaati konsekuensinya, maka ultimatum Anda berikutnya tak ubahnya menjadi sebuah ancaman kosong," ucap Vera.

Makanya, akan lebih efektif apabila Anda memberikan ultimatum kepada diri sendiri. Berikan tenggat waktu kepada diri Anda sendiri untuk menanti kesiapan pasangan. Bila ia memang tidak mampu memenuhi harapan Anda, maka tak perlu mengulur waktu untuk berpaling ke lain hati. Jangan takut menyesal dan khawatir tidak menemukan pria pengganti yang sekualitas. Lebih baik menjajal kemungkinan baru ketimbang memaksakan diri berada di samping pria yang tak berniat mendampingi Anda seumur hidup, kan?

(Nayu Novita/Majalah Chic)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com