Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Persen Kasus KDRT Diselesaikan secara Non-Hukum

Kompas.com - 07/03/2010, 08:35 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Hanya 10 persen kasus kekerasan domestik diselesaikan di pengadilan karena sebagian besar perempuan yang mengalami kasus itu memilih menyelesaikannya melalui jalur non-hukum. Demikian menurut Manajer Divisi Pendampingan Rifka Annisa, Yogyakarta, Catur Udi Handayani
    
"Angka tersebut berdasarkan kasus yang langsung masuk ke Rifka (salah satu lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perempuan dan anak)," kata Catur Udi Handayani di Yogyakarta, Minggu.
    
Menurut dia, dari sebanyak 10 persen kasus kekerasan domestik yang harus berakhir di pengadilan, sebanyak sembilan persen di antaranya didominasi oleh kasus kekerasan terhadap istri dan perkosaan.
    
"Biasanya, perempuan yang membawa kasus ke pengadilan akan berakhir cerai. Mereka menganggap perceraian adalah jalan terbaik karena tidak akan lagi bertemu dengan pasangan," katanya.
    
Sementara itu, lanjut dia, banyak perempuan yang masih memilih untuk menyelesaikan masalah kekerasan domestik dengan kembali ke pasangan. "Banyak pertimbangannya, misalnya masalah anak dan berharap bahwa suami masih dapat mengubah sikapnya dan tidak lagi menyakiti istrinya," katanya.
    
Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya juga mengadakan konseling dengan suami atau laki-laki yang telah melakukan KDRT tersebut, yaitu melalui Men’s Program.
    
"Memang sulit. Ada yang mau datang pada pertemuan pertama, tetapi kemudian menyurati kami bahwa mereka tidak ingin meneruskan konseling," katanya.
    
Beberapa pemicu tindak kekerasan domestik dari pria kepada perempuan, kata Konselor Hukum Divisi Pendampingan Rifka Annisa Nurul Lailiya. Di antaranya adalah masalah ekonomi, kecemburuan, perbedaan agama, dan penafsiran agama.
    
"Tetapi, ujung pangkalnya adalah budaya patriarki di masyarakat yang masih terus ada bahwa perempuan selalu menjadi makhluk kelas dua di bawah laki-laki," katanya.
    
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), lanjut dia, memberikan harapan besar bagi kaum perempuan untuk terlindungi secara hukum.
    
Namun, Nurul menilai ada beberapa klausul yang harus dipertegas agar perlindungan terhadap perempuan, misalnya tentang definisi kekerasan yang tercantum dalam undang-undang tersebut atau perintah perlindungan dari pengadilan kepada korban KDRT.
    
Pada 2009, jumlah kasus kekerasan domestik yang ditangani oleh lembaga tersebut adalah 282 kasus yang terdiri atas 201 kasus kekerasan terhadap istri, 32 kasus kekerasan dalam pacaran, 12 pelecehan seksual, 28 perkosaan, 7 kekerasan dalam keluarga, dan 2 perdagangan manusia.
    
Jumlah kasus pada 2009 tersebut lebih sedikit dibanding kasus pada 2008, yaitu mencapai 308 kasus yang terdiri atas 239 kasus kekerasan terhadap istri, 23 kasus kekerasan dalam pacaran, 17 kasus perkosaan, 4 kasus kekerasan dalam keluarga, dan 25 kasus pelecehan seksual, serta perdagangan manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com