Saking lekatnya kebaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tak heran kalau kita berpikir bahwa kebaya adalah hasil karya masyarakat Indonesia. Padahal, jika dirunut, ternyata potongan busana kebaya juga ditemukan di belahan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Tergantung lokasi dan budaya sekitarnya, busana ini pun memiliki beragam model modifikasi. Menariknya, belum ada yang mengklaim bahwa kebaya ini milik suatu negara. Mungkin karena jejaknya yang meluas di Asia, hingga sulit mencari akarnya.
Namun, bagaimanapun, kita bisa melihat begitu banyak busana kebaya dalam kehidupan bermasyarakat kita. Panjangnya sejarah busana ini di Indonesia, panitia Jakarta Fashion Week (JFW) 2010/2011 memutuskan untuk memberikan sebuah apresiasi terhadap busana cantik ini di malam pembukaan yang berlangsung hari Sabtu, 6 November 2010.
Sebanyak 16 desainer dan sejumlah koleksi museum kebaya dipamerkan di panggung utama JFW. Para desainer tersebut antara lain Adjie Notonegoro, Afif Syakur, Anne Avantie, Ari Seputra, Edward Hutabarat, Ferry Sunarto, Ghea Panggabean, Harry Dharsono, Lenny Agustin, Marga Alam, Musa Widyatmojo, Priyo Oktaviano, Raden Sirait, Ramli, Suzy Lucon, Widi Budhimulia, dan beberapa koleksi dari Museum Afif Syakur. Rancangan mereka digelar dalam show yang diberi tajuk "A Tribute to Kebaya".
Petty S Fatimah, selaku Ketua Acara JFW 2010/2011 ini, mengatakan bahwa tema Styling Modernity diartikan sebagai sebuah modernitas dalam menerima tren, yang tak harus meninggalkan akar. "Kita harus punya identitas. Salah satu halnya adalah lewat kebaya yang menarik untuk dieksplorasi. Yang selama ini dikenal sebagai salah satu budaya nasional. Kebaya 5 tahun terakhir ini cukup populer dan berkembang ke banyak spektrum. Bentuknya pun mulai jauh dari 'pakem'." Karena itu, JFW meminta para desainer terpilih tadi untuk membuat sebuah kebaya yang merepresentasikan diri mereka.
Dalam menginterpretasikan kebaya, para desainer, pengamat mode, bahkan pencinta mode sekalipun bisa berbeda dalam memandang kebaya. Ada yang mencoba menjaga pakem, seperti Edward Hutabarat yang selama ini dikenal berusaha mengikuti pakem, tetapi membungkus kebaya dengan modernitas. "Kebaya itu harus simetris, simpel, dan harmonis. Kebaya modern? Yang modern itu jangan kebayanya, tetapi mindset si penggunanya. Yang penting simpel, berkualitas, dan dibungkus dengan identitas," pungkas pemilik label Part One ini. Pada malam itu Edward memeragakan kebaya yang didesain menjadi busana santai, seperti resort, dipadankan dengan celana palazzo dari batik.
"Kami ingin meminta para desainer memerlihatkan desain kebaya yang sesuai pakem di mata mereka itu seperti apa. Lewat acara ini pula, kami ingin menampilkan kekayaan budaya untuk masuk fashion modern, untuk yang muda bisa menoleh ke belakang, kekayaan bangsa kita sebagai apa," tutup Petty.