Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Srikandi Siti di Hutan Karet

Kompas.com - 22/12/2010, 13:01 WIB

KOMPAS.com - Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, terjadi penurunan angka kasus malnutrisi di Indonesia sejak 2004, namun ini masih dalam angka yang cukup tinggi. Di Indonesia, angka prevalensi malnutrisi anak dengan tingkat pendapatan kotor per kapita (GDP) mencapai 42 persen, sementara Srilanka, yang GDP-nya di bawah Indonesia, tingkat prevalensi malnutrisi anaknya hanya 18 persen.

Kesehatan anak dan ibu hamil masih menjadi PR (pekerjaan rumah) Indonesia yang belum terpecahkan. Meski dalam beberapa hal, sudah terjadi perbaikan, namun keberhasilan menahan laju penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi dan balita (AKB & AKABA) di Indonesia masih lebih rendah dibanding negara lain. Kebanyakan masalah in terjadi di daerah-daerah yang berekonomi rendah dan sulit digapai oleh tenaga medis. Salah satu saluran yang bisa menjadi penghubung dalam menekan angka kematian anak dan ibu adalah bidan.

"Menjadi bidan membutuhkan dedikasi dan tanggung jawab besar karena 60 persen kelahiran di Indonesia adalah lewat bidan. Seringkali mereka diminta melakukan begitu banyak tugas yang di luar tanggung jawab mereka. Tak jarang, mereka diminta melewati bukit-bukit, menaiki sampan, dan medan berat lainnya untuk sampai ke pasien mereka," ujar Boris Bourdin, Presiden Direktur PT Sari Husada saat malam penghargaan Srikandi Award 2010, di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (21/12/2010).

Salah seorang bidan yang mendapatkan penghargaan Srikandi Awards 2010 adalah bidan Siti Fatonah asal Kendal. Ia mendapatkan penghargaan untuk kategori Millenium Development Goals 1 (Menghapus tingkat kemiskinan dan kelaparan) dengan programnya, "Perbaikan Gizi Anak-anak Hutan Karet secara Intensif". Ini ceritanya:

Kedungboto, Kendal, Jawa Tengah dikenal dengan kebun karetnya. Tak mengherankan, sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh di kebun karet. Menurut pengamatan bidan Siti, meski pekerjaan yang mereka lakukan untuk mendapatkan getah-getah karet tidak mudah, namun upah yang mereka dapatkan tak cukup besar. Penghasilan yang tak seberapa itu berdampak terhadap pemenuhan gizi keluarga mereka.

Bidan Siti Fatonah yang memiliki praktik di daerah tersebut mencatat, setidaknya terdapat sekitar 254 balita di desanya. Dari 254 anak itu,  2 anak menderita gizi buruk, 16 anak berada di garis merah, dan 22 anak terhitung mendapatkan asupan gizi yang kurang. Untuk terus memantau perkembangan status gizi para balita, Bidan Siti mengadakan penimbangan berat badan dari seluruh balita setiap minggu.

Ia kemudian mencoba melakukan misi untuk membantu para penduduk desa, khususnya para balita mendapatkan perbaikan gizi. Misi itu ia mulai dengan mensosialisasikan kepada penduduk desa, terutama para ibu yang memiliki balita tentang pentingnya pemberian asupan gizi yang benar untuk anak-anak mereka supaya bisa tumbuh dengan optimal.

Tak hanya dalam pembagian informasi, bidan Siti juga memberikan makanan tambahan bagi balita di desa Kedungboto, Kendal tersebut, secara massal di puskesmas, juga di kediaman masing-masing keluarga, jika memang dianggap perlu. Ke-38 balita yang tercatat memiliki masalah gizi tersebut ditangani secara intensif oleh bidan Siti selama 6 bulan program. Dalam evaluasi usai program, terlihat peningkatan berat badan dan status gizi anak-anak tersebut. Keberhasilan program yang dijalankan bidan Siti ini membawanya meraih penghargaan Srikandi Award 2010 sebagai upaya dalam mencapai MDGs kategori 1.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com