Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu, Mengapa Kamu Membenciku?

Kompas.com - 22/12/2010, 14:25 WIB

KOMPAS.com — Situs jejaring sosial seperti Facebook ternyata menjadi sarana yang sangat menguntungkan untuk menyampaikan perasaan seseorang. Tak terkecuali hari ini, 22 Desember. Bila Anda membuka Facebook, berhamburanlah segala pujian dari pengguna mengenai ibu mereka. Tentu, semuanya bernada memuji, memuja, mensyukuri, atau menghargai.

Namun, sebelum jejaring sosial populer, ingatkah Anda untuk menyampaikan terima kasih atau rasa sayang kepada ibu? Mampukah Anda menelepon ibu saat ini untuk menyampaikan langsung betapa bangganya Anda karena ibu telah bekerja keras agar Anda bisa terus sekolah dulu? Apakah Anda telah melanjutkan spirit yang sama seperti yang dulu dilakukan ibu Anda demi kelangsungan hidup keluarga? Mengapa yang kebanyakan dikenang adalah pengalaman masa kecil, bukan pengalaman bulan lalu atau dua hari yang lalu?

Banyak di antara Anda yang mungkin memiliki hubungan yang kurang baik dengan ibu, justru setelah Anda dewasa. Relasi yang kuat dengan ibu ketika Anda kecil ternyata menjadi begitu rumit ketika Anda mampu membuat keputusan-keputusan Anda sendiri. Semakin banyak Anda berdialog dari hati ke hati, makin besarlah jurang perbedaan Anda dengannya.

Anda mungkin pernah merasakan kekesalan yang mendalam, ketika ibu mulai mengkritik Anda saat remaja. "Anak perempuan kok tidak bisa memasak? Mengapa selalu memakai kaus dan celana panjang? Jangan pulang terlalu malam, tidak pantas dilihat tetangga!" begitu berbagai komentar dari ibu, yang membiarkan adik lelaki Anda pulang hingga dini hari.

Ketika dewasa, Anda mungkin juga mengalami tekanan dari ibu mengenai hubungan Anda dengan pasangan. "Kapan kamu menikah? Ibu malu ditanya-tanya terus oleh keluarga," begitu katanya, membuat Anda makin resah. Ketika Anda sudah menikah, Anda juga dididik untuk melupakan rasa lelah karena tugas Anda adalah melayani suami, apa pun kondisinya. Atau, ibu selalu mengatakan bahwa bepergian seorang diri tak pantas lagi dilakukan karena Anda sudah berkeluarga.

Semua komentar, wejangan, dan desakan itu membuat Anda berontak. Namun, perlawanan Anda justru makin membuat ibu sakit hati. Deborah Tannen, profesor bidang linguistik di Georgetown University di Washington, DC, mengatakan, konflik semacam ini umumnya terjadi karena anak perempuan merasa ibu mereka terlalu mengatur. Namun, Tannen meminta Anda untuk memahami mengapa komentar atau wejangan itu dilontarkan.

"Anda perlu menyadari bahwa sebagian dari alasan ibu bertindak semacam itu adalah karena ia akan merasa gagal menjadi ibu kalau ada yang tidak berjalan baik pada diri Anda," kata Tannen, yang juga penulis buku You're Wearing That? Mothers and Daughters in Conversation.

Konflik terjadi karena perbedaan persepsi antara ibu dan anak. "Ibu cenderung melakukan (kritikan) itu karena rasa peduli, rasa ingin mengasuh. Sementara itu, anak perempuan hanya melihatnya sebagai suatu kritikan," tuturnya.

Dengan kata lain, apa pun komentar atau tindakan dari ibu, hal tersebut sebenarnya datang dari rasa cinta. Ibu ingin memastikan segala sesuatunya berjalan sempurna pada sang anak. Sayangnya, Anda tidak menyukai caranya itu. Oleh karenanya, Anda mungkin pernah mengatakan dalam hati, "Bu, aku sangat mencintaimu, tetapi mengapa Ibu mengatakan hal seperti itu kepadaku?" Hal inilah yang menciptakan hubungan cinta dan benci pada ibu dan anak perempuannya.

Faktor seperti genetik, kepribadian, status sosial-ekonomi, dan sejarah atau tradisi keluarga, bisa menjelaskan mengapa ibu Anda memiliki pandangan-pandangan yang tak sejalan dengan Anda. Budaya patriarki dalam masyarakat kita sering menempatkan perempuan di bawah lelaki, dan hal inilah yang diterima oleh ibu Anda sejak dulu. Nilai-nilai itulah yang ingin disampaikannya pada Anda bahwa sebagai perempuan, Anda harus menguasai pekerjaan rumah tangga, melayani suami, tidak boleh menuntut, dan lain sebagainya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com