Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/07/2012, 13:06 WIB

KOMPAS.com - Banyak orang beranggapan bahwa kurang gizi menjadi masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia. Padahal sebenarnya, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2010 lalu, kasus kelebihan berat badan atau obesitas di Jakarta mencapai angka 28,5 persen, atau tiga kali lebih tinggi daripada kasus kurang gizi. Sedangkan di Sulawesi Utara, kasus obesitas ini mencapai 37,1 persen atau enam kali lipat lebih tinggi dari kasus kurang gizi.

"Hal ini tergolong ironis karena banyak orang yang tidak sadar bahwa mereka tergolong obesitas," tukas konsultan program penurunan berat badan dr Grace Judio-Kahl, MSc, MH, Cht, dalam talkshow Unilever Food Solution di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Bahkan menurut riset ini, perempuan memiliki masalah obesitas yang lebih tinggi dibandingkan pria. Pada tahun 2010 lalu, pria yang mengalami obesitas berada pada tingkat 7,80 persen, sedangkan perempuan berada pada angka 15,50 persen.

Meski demikian, ternyata tingkat pertumbuhan obesitas ini lebih tinggi pada pria. Data Riskesdas menunjukkan, pria yang mengalami obesitas meningkat enam kali lebih tinggi dibanding pria penderita obesitas tahun 2000. Sedangkan pertumbuhan perempuan obesitas tahun 2010 hanya sebesar 3,5 kali dibanding tahun 2000.

Dr Grace mengungkapkan, hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang kurang sehat. "Konsumsi makanan yang tidak sehat cenderung naik karena kebiasaan mereka yang lebih banyak makan di luar rumah," tegasnya. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Jika tidak mengontrol gaya hidup tak sehat, penderita obesitas di seluruh dunia pada 2015 bisa meningkat sampai 1,5 milyar.

Konsep hidup dan makanan sehat sebenarnya sudah banyak dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Namun karena berbagai alasan, belum ada kesadaran dari masyarakat untuk menerapkan pola makan sehat belum dalam hidup sehari-hari. "Adanya persepsi negatif tentang makanan sehat di pikiran masyarakat masih menghantui mereka untuk beralih ke gaya hidup sehat," tukasnya.

Bagi sebagian masyarakat, menyantap makanan sehat dianggap sebagai pembatasan kebahagiaan mereka dalam hidup. Mereka takut, jika harus menjalankan hidup sehat, dunia mereka menjadi lebih kecil dan terbatas. "Ini semacam ada konflik dalam diri, antara memilih antara bahagia tapi tak sehat (keinginan), atau sehat tapi tak bahagia (realitas)," jelasnya.

Konflik ini memang sangat sulit untuk diatasi. Hanya saja, semuanya tergantung pilihan diri sendiri. Pandai-pandailah untuk menyiasati dan memilih antara keinginan dan realitas saat memilih makanan. "Ada banyak cara untuk bisa makan sehat. Misalnya dengan mengganti minyak goreng dengan minyak zaitun, canola, kedelai, dan lain-lain," tukasnya. Cara lain yang paling mudah untuk hidup sehat adalah memasak makanan sendiri di rumah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com