Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/10/2012, 12:05 WIB

KOMPAS.com - Mendengar kata "feminis", sebagian orang lantas mencibir. Feminis kerap dipandang sebagai gerakan yang menuntut persamaan hak antara pria dan wanita, namun dengan tuntutan yang kadang kala dianggap berlebihan. Salah satu contoh gampangnya, ketika perempuan aktif berkiprah di luar rumah sementara sang suami menggantikan tugas pengasuhan anak, sang perempuan dinilai lupa kodratnya sebagai perempuan.

Banyak dari kita yang mungkin belum sepenuhnya memahami bahwa menjadi feminis sebenarnya bermakna bahwa kita mendukung peluang-peluang hukum, politis, sosial, dan ekonomi bagi perempuan. Hal itu tidak berarti bahwa perempuan menolak tugas-tugas domestik. Tidak juga bermakna perempuan harus menguasai semuanya. Yang paling penting, dengan menjadi feminis kita tidak berusaha untuk mengecilkan peran laki-laki.

"Feminisme menekankan pada hak-hak perempuan untuk membuat pilihan, apakah itu menikah, mempunyai anak, bekerja sambil mengurus keluarga, atau berfokus pada satu dari yang lain," papar Stephanie Coontz, pengajar studi sejarah dan keluarga di The Evergreen State College in Olympia, Washington. "Gerakan ini juga mendorong pria dan wanita untuk berbagi kegembiraan dan beban kehidupan keluarga, serta mengimbau masyarakat untuk menempatkan prioritas yang lebih tinggi dalam mendukung tuags pengasuhan."

Namun Caitlin Moran, penulis How to be a Woman, memiliki pandangan yang jauh lebih simpel daripada itu. Ia menyadari bahwa kata feminisme sudah "dibajak" habis-habisan.

"Orang mengira feminisme itu berarti seorang perempuan pemarah yang membenci semua pria, cara berpakaiannya sangat buruk, dan mungkin sudah lama tidak berhubungan dengan pria. Padahal feminisme itu hal yang sangat sederhana dan jelas: sekadar menjadi sama dengan laki-laki. Itu ide yang sangat indah dan revolusioner," katanya.

Ia menambahkan bahwa perempuan sebenarnya sudah menjadi feminis "dari sononya". Bagaimana tidak? "Anda belajar di tempat yang sama dengan anak laki-laki. Anda diharapkan memasuki dunia kerja yang sama dengan kaum pria. Dalam pernikahan, secara hukum Anda setara. Jadi, Anda tidak bisa menyangkal bahwa kita hidup dalam dunia feminis," katanya.

Menurutnya, kalau seorang perempuan tidak ingin disebut feminis, artinya ia belum memahami makna feminisme. Tidak menjadi feminis, artinya kita tidak memiliki hak atas hidup kita. Tidak cuma tidak boleh ikut pemilu, tetapi mungkin Anda harus rela digaji di bawah standar, lalu gaji yang Anda hasilkan harus masuk rekening suami, lalu jika mengalami pelecehan seksual, Anda harus sadar bahwa itu bukan suatu kejahatan. Tetapi jika Anda menolak semua itu, "Selamat! Anda sudah menjadi seorang feminis," tutur Caitlin, yang banyak menggunakan humor dalam bukunya.

Hanya saja, feminisme bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk. Dengan kata lain, tidak ada cara yang sama untuk menjadi feminis. Tanpa sadar, ketika ada seseorang yang dianggap sebagai tokoh feminis yang sempurna, ia lantas harus menjadi patokan dalam bersikap.

"Seorang feminis bisa menyetir mobil warna pink. Feminis bisa memilih menjadi ibu rumah tangga. Feminis bisa memakai sepatu berhak tinggi. Anda bisa melakukan apa saja selama Anda yakin Anda setara dengan kaum pria, dan Anda tidak menjengkelkan orang lain," ujar perempuan 37 tahun ini.

Anda bisa menjadi feminis yang dangkal jika Anda mau, misalnya membaca majalah gosip. Sebab, feminis bukan hanya perempuan yang menghabiskan 30 tahun untuk berdebat mengenai tatanan sosial spesifik jender di berita-berita televisi. Anda bisa memilih sendiri kepedulian Anda. Misalnya, tidak sepakat ketika sebuah infotainment berulangkali mengejar-ngejar selebriti untuk mempersoalkan berat badannya yang terus naik.

Caitlin juga mengatakan, perempuan bebas memilih busana yang ingin dipakainya, entah itu untuk menyenangkan diri sendiri atau untuk memikat orang lain. Hanya saja, ia menegaskan, berpenampilan seksi itu butuh banyak energi. Baik dalam hal persiapannya, maupun menghadapi konsekuensinya. Seksi dalam pandangannya bisa berupa sikap.

"Tampaknya kita sudah lupa bahwa perempuan punya alternatif yang sangat menyenangkan untuk terlihat seksi, yaitu bersikap ramah, baik, dan nyaman dengan diri sendiri," katanya. Kalau Anda kerepotan dengan rok yang ketat atau sepatu hak tinggi yang tidak nyaman, bagaimana Anda bisa terlihat seksi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com