Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/12/2012, 14:53 WIB

KOMPAS.com - Batik lasem, yang merupakan hasil akulturasi budaya China dan Jawa, banyak menampilkan motif flora dan fauna seperti burung hong, naga, bunga peony, seruni, teratai, dan liong. Tambahan ornamen kawung, gunung ringgit, latohan, watu pecah atau watu krecak, dan parangan, menjadikannya corak khas batik lasem.

Warna yang dominan adalah merah yang menyerupai warna darah ayam, selain itu juga kuning, biru, dan hijau khas pesisir. Kombinasi beberapa warna akan menghasilkan keseimbangan (yin dan yang), seperti merah (melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan atau yang), putih (kesucian, kesempurnaan, atau yin), biru atau hijau (pertumbuhan, perkembangan, atau yang), kuning (keseimbangan, yin-yang), dan hitam (kemunduran/kehancuran/kematian atau yin).

Ada yang unik dengan warna merah darah ayam pada batik lasem, atau bahasa Jawanya abang getih pithik ini. Warna seperti ini hanya bisa dibuat oleh para pembatik di Lasem, karena dipengaruhi air tanah di Lasem yang mengandung mineral tertentu. Hasilnya adalah warna merah yang cenderung gelap.

"Warna merah darah ayam ini sampai sekarang tidak bisa ditiru daerah lain seperti Pekalongan, Cirebon, Jogjakarta, dan lain sebagainya," papar Rifa'i, pemilik Batik Ningrat, saat bincang-bincang bersama media di bengkel kerjanya di Desa Sumbergirang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, beberapa waktu lalu. "Finishing pewarnaan adalah ciri khas batik lasem. Orang pesisir itu apa adanya, dan warnanya tidak dipoles. Warnanya tegas tapi tidak meninggalkan kelembutan motifnya."

Pada dasarnya, proses pewarnaan batik lasem dihasilkan dari pewarna alam dan pewarna sintetis, sama seperti batik di kawasan lain. Pewarna alam didapatkan dari tumbuh-tumbuhan, seperti kayu tingi, secang, mahoni, jambal, indigo, soga, atau tenggeran. Warna bisa dihasilkan oleh daun atau kulit pohonnya. Misalnya, seperti dikutip dari situs Galeri Lasem Batik Art, daun indigo menghasilkan warna biru, kulit pohon soga menghasilkan coklat kekuningan hingga coklat kemerahan, kayu tenggeran menghasilkan warna kuning, kulit jambal menghasilkan warna merah sawo, dan kulit secang menghasilkan warna merah.

Untuk menciptakan warna yang indah dan khas, setiap pengusaha batik tentu harus mampu membuat komposisi yang pas antara kayu satu dengan kayu lainnya, hingga tercipta suatu warna yang diinginkan. Warna yang dihasilkan pun menjadi unik. Hanya saja, karena proses pembuatannya yang sangat rumit, tidak semua batik diproses dengan pewarna alami. Kecuali, jika pengusaha batik memang sedang memproduksi batik tulis yang istimewa.

"Termasuk warna merah darah ayam itu, sekarang sudah hampir tidak ada. Warna merah darah kuno itu hanya bisa ditemukan pada batik lawasan," tutur Nurul Hidayah, atau akrab disapa Jeng Ida, pemilik Galeri Lasem Batik Art pada Kompas Female. Banyak pengusaha batik yang saat ini mengombinasikan pewarna alami dan pewarna sintetis untuk koleksi batiknya.

Batik tulis yang banyak diproduksi sekarang ini menggunakan warna merah yang lebih bervariasi. Itu sebabnya, Anda bisa menemukan batik lasem dengan warna pink dipadu hijau dawet, pink dengan hitam, kuning dikombinasi merah, ungu dipadu biru tua, dan lain sebagainya. Boleh jadi, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan selera generasi muda yang lebih menyukai batik dengan warna-warna yang cerah dan segar. Ada pun batik tulis lasem dengan warna merah klasik umumnya dimilik oleh para kolektor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com