Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/06/2013, 06:41 WIB

KOMPAS.com - Petualangan mewarnai hidup Vania Grania Wibisono (33). Lulus cumlaude dengan sertifikat mahasiswa terbaik dari Universitas Indonesia, Vania justru melepas kesempatan beasiswa ke Australia. Ia memilih seru-seruan menikmati hidup. Setelah itu, ia memutuskan menjadi chef.

”Saya pengin lihat warna dalam hidup. Pengin rasain bersampan ke Pulau Tidung, ngojek di macetnya Jakarta, diving, bungee jumping... Sayang sekali hidup kalau cuma di level ini. Agar bisa lebih bersyukur,” kata Vania.

Setelah menikah dan punya dua anak, petualangan hidup itu terus berlanjut. Ditemui di rumahnya yang nyaman di Cipete Utara, Jakarta Selatan, Vania sedang bersantai menikmati masa liburan sekolah bersama anak-anaknya.

Ia sedang mempersiapkan perjalanan liburan ke Bali bersama keluarga pada pekan mendatang. Dia membayangkan dirinya berjemur sembari membaca buku di pantai ditemani pizza dan bir. Ketenangan pura dan bunyi gamelan Bali selalu membuat Vania rindu pada tanah dewata.

”Saya suka banget Bali, mungkin karena ada darah balinya. Ayah lahir di Bali, ibu orang Garut. Kalau sebulan nggak ke sana pasti kepikiran,” ujar Vania.

Cantik itu sehat
Penampilan Vania menjadi bukti hidup bahwa makanan sehat berdampak positif. Meski tak merawat muka secara khusus, wajah Vania selalu tampak segar. Resepnya adalah banyak makan sayur dan raw food karena kata dia energinya terasa jauh lebih banyak.

Saking semangatnya menyantap raw food alias makanan mentah, berat badan Vania yang sudah kurus sempat turun drastis hingga lima kilogram. Ia sampai harus mengerem hobi berolahraga hingga badannya pulih di berat ideal 55 kilogram dengan tinggi 168 sentimeter.

”Sebenarnya jadi tampak lebih bagus di kamera. Tapi hidup kan nggak melulu di kamera. Harus seimbang!” ujar Vania.

Setelah meluncurkan buku resep makanan antistres pada 2009 lalu, wajah Vania makin sering tampil di layar kaca. Ia antara lain memandu acara memasak sehat di sejumlah saluran televisi. Lewat beragam media tersebut, Vania ingin mengedukasi masyarakat tentang makanan sehat.

Demi edukasi makanan sehat, Vania menolak ketika ditawari menjadi bintang iklan penyedap rasa makanan dan makanan instan. Ia bahkan tidak bersedia menandatangani kontrak jika suatu acara ternyata disponsori produsen makanan tak sehat.

”Bayarannya gede, tapi jangan promosi sesuatu yang jelek buat masyarakat,” tambahnya.

Perjuangan mengonsumsi makanan sehat tersebut dimulai Vania dari dirinya sendiri. Setiap hari dari Senin hingga Jumat, ia selalu membawa bekal makanan sehat. Pada akhir pekan, Vania sesekali mencoba mengonsumsi masakan restoran.

”Saya pengin nyobain banyak hal. Makanan bersih dan sehat membuat badan enteng dan jarang batuk pilek. Jika nggak mengontrol makanan, sering kali malah lemas dan tambah ngantuk,” katanya.

Gara-gara sulit mencari masakan sehat ketika singgah di Hongkong, misalnya, berat badan Vania sampai drop. ”Nggak ada yang bisa saya makan di sana. Terlalu banyak penyedap rasanya. Dampak dari apa yang kita makan baru ketahuan 20 tahun mendatang,” kata Vania

Kesadaran mengonsumsi makanan sehat semakin terbangun sejak remaja ketika mama Vania meninggal dunia akibat kanker payudara. Sebelum meninggal, sang mama berpesan agar anak-anaknya tidak sembarangan mengonsumsi masakan tidak sehat seperti makanan instan dan kalengan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com