Menghadapi si remaja, orangtua memang perlu menyerahkan kendali ke anak, namun bukannya tanpa kontrol. "Orangtua memang boleh melarang, tapi cara melarangnya beda dengan ketika mereka masih anak-anak," kata psikolog Anna Surti Ariani, atau akrab disapa Nina ini.
Nina menjelaskan, pelarangan pada remaja sifanya lebih halus. Orangtua sebaiknya mengajak anak untuk berpikir mengapa mereka dilarang. "Misalkan anak mau berduel dengan temannya, tanyakan padanya kira-kira apa yang akan terjadi kalau itu dilakukan, efeknya seperti apa," katanya.
Contoh lain, remaja zaman sekarang juga sudah tidak bisa dilarang berpacaran, tetapi orangtua bisa mengajak ngobrol anak mengenai batasan pacaran dan juga efek negatif jika ia melanggar batasan itu.
Mengajak anak untuk berpikir secara lebih mendalam akan membantunya melakukan pertimbangan sebelum membuat keputusan. "Ini akan melatih anak untuk lebih cerdas dan membuat analisa," katanya.
Daripada melarang ini-itu, orangtua sebaiknya mengajak anak berdiskusi dan biarkan si remaja memikirkan jawabannya. "Seringkali remaja hanya butuh didengarkan, karena itu orangtua jangan terlalu banyak berbicara," ujar psikolog yang mengambil master dalam bidang psikologi perkembangan ini.
Orangtua juga sebaiknya tidak menghakimi anak jika anak menjelaskan alasan-alasan dari tindakannya. "Jangan menghakimi baik atau buruk, tapi arahkan anak agar tidak melakukan suatu tindakan tertentu," ujarnya.
Remaja memang sudah memiliki wawasan yang lebih luas, mereka juga memiliki idealismenya sendiri. Tetapi menurut Nina terkadang idealisme itu terlalu ideal sehingga anak kerap melihat dunia secara hitam putih. "Ini sebabnya remaja jadi cenderung pembangkang," katanya.
Dengan rutin melakukan diskusi bersahabat dengan anak, lama kelamaan anak akan bisa membuat pertimbangan sendiri sebelum membuat keputusan. Mereka juga tak segan meminta pendapat orangtuanya.