"Pernikahan dini terjadi karena adat istiadat, kebutuhan ekonomi, tingkat pendidikan, pergaulan bebas, dan media sosial yang membangun kesadaran seksual yang salah bagi remaja," kata Linda dalam acara Peringatan Hari Anak Perempuan Sedunia di Jakarta, Jumat (10/10/2014).
Apabila seorang anak perempuan menikah di usia dini, kesehatan reproduksinya belum siap. Selain itu, menurut Linda, mental dan kemampuannya untuk menjadi istri pun belum siap, apalagi menjadi seorang ibu.
"Kalau ini dilanjutkan, maka akan banyak risiko. Saat dia hamil, risiko kematiannya tinggi. Dia sendiri masih perlu gizi untuk tumbuh kembang, tapi sudah berebut gizi dengan anak yang dikandungnya," ujar Linda.
Mengutip data UNICEF, Linda menyebutkan, perempuan yang melahirkan pada usia 10 hingga 15 tahun memiliki risiko kematian hingga dua kali lipat. Umumnya, ibu berusiam remaja cenderung tak memiliki hak suara. Ini bisa mengakibatkan stres mendalam sehingga tentu saja mengganggu kehamilan.
Selain itu, pernikahan dini juga akan berdampak kepada kekerasan yang diterima anak. Ini disebabkan anak masih belum siap secara mental, masih sangat lugu, dan ingin bermain, tapi sudah terikat dan memiliki tanggung jawab yang begitu berat.
"Mental anak perempuan ini akan berpengaruh ke kehidupan suami istri, apalagi kalau suaminya jauh lebih tua. Kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi," sebut Linda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.