Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratna Dhoemilah: Peragawati Tempo Dulu Harus "Nombok"

Kompas.com - 29/10/2014, 14:01 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


KOMPAS.com –Profesi peragawati dan dunia model secara kasat mata terlihat seperti pekerjaan yang mengasyikkan, penuh unsur glamor, dan sarat kemewahan. Namun, kenyataannya, benarkah demikian?

Hal tersebut di atas, mungkin saja terjadi pada model dan peragawati zaman sekarang, tetapi sama sekali berbeda dengan peragawati di masa lampau. Mantan peragawati Indonesia era 1970-an, Ratna Dhoemilah, tanpa ragu membagi pengalamannya lewat wawancara eksklusif bersama Kompas Female.

Menurut Ratna, saat dirinya dulu masih aktif sebagai peragawati, uang bukanlah tujuan utama. Sebab, peragawati tidak dianggap sebagai profesi atau mata pencarian produktif.

"Tujuan kita bukan untuk cari uang, tapi karena hobi. Soalnya kita senang jadi kita melakukan (pekerjaan sebagai peragawati). Jadi, peragawati tempo dulu yang ada malah nombok," kata Ratna.


Apa maksudnya seorang peragawati harus "nombok"? Ratna menjelaskan, dahulu peragawati hanya dipinjamkan busana oleh desainer untuk dikenakan saat hari pementasan. Kemudian, tata rias, tatan rambut, sepatu, dan aksesori harus disediakan sendiri oleh sang peragawati.

"Dulu urutan kerja biasanya beberapa hari sebelum show kita fitting dan itu tidak boleh kita tolak. Jadi, kalau kita tampil di satu show menampilkan karya lima perancang, berarti kelima perancang harus kita datangi untuk fitting," ujar ibu dari aktris Kenes Andari ini.

Selain untuk mengetahui apakah busana yang akan dikenakan terlalu besar atau terlalu kecil, proses fitting juga mewajibkan peragawati mempelajari busana yang bakal dikenakan.

Kemudian, peragawati sendiri yang harus memikirkan aksesori apa yang tepat untuk dipadankan, misalnya, kalung, gelang, dan sepatu yang tepat  serta sesuai sebagai padanan busana tersebut. Selain itu, peragawati juga harus mengonsultasikan warna sepatu yang sesuai dengan busana yang akan ditampilkan pada perancang yang mempekerjakan mereka.

Ratna mengungkapkan, jika sang perancang busana menghendaki sepatu warna tertentu, maka peragawati harus mengadakan jenis sepatu spesifik yang diinginkan, misalnya sepatu model tertutup seperti pantofel atau sepatu terbuka dengan tali-tali. Kemudian, tak hanya jenis sepatu, warnanya juga mesti selaras dengan busana si perancang.

Menurut Ratna, warna sepatu yang wajib dimiliki seorang peragawati adalah hitam, putih, coklat, dan warna kulit (nude). Selanjutnya, warna sepatu lainnya tergantung permintaan perancang busana.

"Bayangin coba, kalau ada lima desainer dan satu desainer menampilkan dua warna (sepatu), jadi kita harus bawa sepuluh. Kalau desainer bilang (sepatu) merah, ya kita kudu punya sepatu merah. Itulah, yang ada nombok," sebutnya.

Hal serupa juga berlaku pada aksesoris dan perhiasan. Perhiasan standar yang wajib dimiliki peragawati antara lain adalah kalung, anting, mutiara, dan emas, yang umumnya disimpan oleh peragawati dalam suatu kotak yang dibawa setiap kali peragaan busana.

Tak hanya sampai di situ, zaman dulu itu tata rias dan tata rambut harus dilakukan oleh peragawati, tidak ada penata rias atau rambut khusus seperti sekarang. Jika sang peragawati tak bisa menata rambut sendiri, mau tak mau dia harus pergi ke salon di pagi hari untuk menata rambut dengan biaya sendiri.

"Makanya kalau kita pergi (ke peragaan busana) kadang-kadang kayak orang pindahan. Bawaan banyak. Kita peragawati ini dulu punya box isi perhiasan. Satu tempat lagi isinya baju dalam, misalnya bra yang tidak ada talinya. (Bra) warna hitam ada, coklat ada, putih ada," kenangnya.

Keadaan semacam itu diakui Ratna tidak terjadi pada peragawati di era masa kini. Sebab, tata rias, tatanan rambut, sepatu, dan aksesoris sudah disediakan. "Sekarang enggak. Kita datang, di belakang sudah ada penata riasnya," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com